tag:blogger.com,1999:blog-44316196914449490682024-03-13T04:12:42.674-07:00Lentera Konstitusi"Bersama Mewujudkan Indonesia Adil dan Makmur"lenterakonstitusihttp://www.blogger.com/profile/04838428996695650565noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-4431619691444949068.post-86704034536320989672012-01-24T01:53:00.000-08:002012-01-24T01:53:50.426-08:00Menyoal Pembatalan Perda Pelarangan Miras<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">Oleh</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><u>Eka N.A.M. Sihombing, SH, M.Hum.</u></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">Wakil Direktur Lentera Konstitusi.</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.6pt; text-align: justify;">Sepanjang tahun 2011, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengevaluasi sekitar 9000 peraturan daerah (perda). Dari jumlah itu, sebanyak 351 perda direkomendasikan untuk dibatalkan. dari perda-perda yang dibatalkan sebagian besar merupakan perda yang mengatur tentang pajak dan retribusi, perda yang mengatur pelarangan peredaran minuman beralkohol, dan perda tentang sumbangan pihak ketiga. Khusus mengenai perda pelarangan peredaran minuman beralkohol antara lain Perda Nomor 7 tahun 2005 di Kota Tangerang, Perda Nomor 15 tahun 2006 di Kabupaten Indramayu, dan Perda Nomor 11 tahun 2010 di Kota Bandung, dibatalkan karena melanggar aturan yang lebih tinggi, yakni Keppres Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol. Pembatalan ini menimbulkan polemik di masyarakat. Sebagian kalangan menyatakan bahwa langkah Mendagri tersebut melanggar aturan yang berlaku sebagaimana tercantum dalam Pasal 145 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selain itu juga terkesan Mendagri menolerir legalisasi miras di tengah-tengah masyarakat. Namun Kemendagri berkilah bahwa yang dilakukannya adalah merupakan klarifikasi bukan membatalkan perda tersebut, kewenangan pembatalan terhadap perda bukan merupakan kewenangan Mendagri akan tetapi merupakan kewenangan Presiden.</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Klarifikasi Peraturan Daerah </b></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
Secara eksplisit, istilah klarifikasi tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka Peraturan Mendagri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah yang menyebutkan "Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Perda dan Perkada untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi". Klarifikasi merupakan upaya pengawasan yang bersifat represif terhadap produk hukum perda dan perkada yang telah diundangkan oleh pemerintah daerah, Pengawasan terhadap aktifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah termasuk pengawasan terhadap produk hukum daerah merupakan suatu konsekuensi logis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hal ini menunjukkan bahwa di dalam NKRI tidak boleh ada bagian daerah yang lepas atau tidak ada negara di dalam negara. Alat uji untuk menilai perda atau perkada adalah kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam hal perda atau perkada dianggap bertentangan dengan hal tersebut, maka perda atau perkada tersebut dapat dibatalkan oleh Mendagri yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri. Dalam hal pemerintah daerah tidak melaksanakan hasil klarifikasi, maka Mendagri mengusulkan kepada Presiden untuk membatalkan perda dimaksud.(lihat Pasal 75-79 Permendagri Nomor 53 Tahun 2011).</div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
Bila dianalisis, ketentuan Permendagri Nomor 53 Tahun 2011 juga dapat dikatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, karena berdasarkan ketentuan Pasal 145 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 keputusan pembatalan perda ditetapkan melalui instrumen hukum Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda bukan melalui instrumen hukum Permendagri.</div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Pembatalan Perda Pelarangan Miras</b></div><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"><br />
</span><br />
<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"> Sebenarnya apabila ditelusuri pembatalan terhadap tiga perda tentang pelarangan peredaran minuman keras, yakni: Perda Nomor 7 tahun 2005 di Kota Tangerang, Perda Nomor 15 tahun 2006 di Kabupaten Indramayu, dan Perda Nomor 11 tahun 2010 di Kota Bandung, memang bertentangan dengan Keppres Nomor 3 Tahun 1997 maupun Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 15/M-DAG/PER/3/2006 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Impor, Pengedaran Dan Penjualan, Dan Perizinan Minuman Beralkohol. Karena ketiga perda tersebut melarang secara total baik produksi maupun peredaran minuman beralkohol, sedangkan ketentuan Keppres maupun Peraturan Menteri Perdagangan masih memungkinkan produksi maupun peredaran minuman beralkohol dengan batasan-batasan tertentu. Namun, telah disebutkan sebelumnya bahwa alat uji untuk menilai keberlakuan suatu perda bukan hanya peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, akan tetapi ada alat uji lain yakni kepentingan umum (walaupun makna "kepentingan umum" itu sendiri masih menjadi perdebatan). Ketika kepentingan mayoritas masyarakat di daerah menginginkan pelarangan produksi maupun peredaran minuman beralkohol dengan pertimbangan kondisi khusus di daerah yang religius, tentunya pengaturan mengenai hal tersebut menjadi keniscayaan bagi daerah. </span></div><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"></span></div><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"> </span><br />
<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"> Pemerintah pusat dalam hal ini seharusnya tidak gegabah melakukan pembatalan perda-perda tersebut sebelum melakukan kajian yang komprehensif terlebih dahulu untuk mencari akar permasalahan yang sesungguhnya. Apalagi pengaturan minuman beralkohol merupakan suatu hal yang sangat sensitif bagi masyarakat </span><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;">Indonesia</span><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"> yang mayoritas beragama Islam. </span></div><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"></span></div><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"> <br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Penutup</b><br />
</span><br />
<div style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman"; font-size: 12pt;"> Tidak menutup kemungkinan, akan muncul perda-perda sejenis di berbagai daerah, untuk itu sebaiknya pemerintah pusat melakukan langkah-langkah konkrit untuk segera melakukan kajian dan perubahan terhadap Keppres Nomor 3 Tahun 1997 maupun Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/3/2006. Sehingga nantinya dimungkinkan bagi daerah-daerah tertentu untuk memberlakukan perda tentang pelarangan miras, tentunya dengan mempertimbangkan kondisi khusus dan keinginan mayoritas masyarakat daerah.</span></div>lenterakonstitusihttp://www.blogger.com/profile/04838428996695650565noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4431619691444949068.post-84231052325127828832011-12-30T21:24:00.000-08:002011-12-30T21:28:44.438-08:00Fungsi Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat<div style="text-align: center;">Oleh : Dani Sintara, SH. MH.</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Kepala Divisi Advokasi Lentera Konstitusi dan Staf Pengajar<br />
Fakultas Hukum Universitas Muslim Nusantara (FH-UMN) Al-Washliyah</div><div style="text-align: center;"><br />
<br />
</div><div style="text-align: center;"><b> </b></div><div style="text-align: center;"><b> </b></div><div style="text-align: center;"><b> </b></div><div style="text-align: center;"><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:1;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoFootnoteText, li.MsoFootnoteText, div.MsoFootnoteText
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Footnote Text Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
span.MsoFootnoteReference
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
vertical-align:super;}
span.FootnoteTextChar
{mso-style-name:"Footnote Text Char";
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Footnote Text";
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
/* Page Definitions */
@page
{mso-footnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") fs;
mso-footnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") fcs;
mso-endnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") es;
mso-endnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") ecs;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:480467285;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:67543306 2107250660 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-tab-stop:54.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:54.0pt;
text-indent:-36.0pt;}
@list l0:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level4
{mso-level-tab-stop:144.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:180.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:216.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l0:level7
{mso-level-tab-stop:252.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:288.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:324.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1
{mso-list-id:761488662;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1417982474 1819019044 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level4
{mso-level-tab-stop:144.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:180.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:216.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l1:level7
{mso-level-tab-stop:252.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:288.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:324.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l2
{mso-list-id:1241134635;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-834907270 1491606790 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l2:level1
{mso-level-tab-stop:54.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:54.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:90.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:90.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:126.0pt;
mso-level-number-position:right;
margin-left:126.0pt;
text-indent:-9.0pt;}
@list l2:level4
{mso-level-tab-stop:162.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:162.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:198.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:198.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:234.0pt;
mso-level-number-position:right;
margin-left:234.0pt;
text-indent:-9.0pt;}
@list l2:level7
{mso-level-tab-stop:270.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:270.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:306.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:306.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:342.0pt;
mso-level-number-position:right;
margin-left:342.0pt;
text-indent:-9.0pt;}
@list l3
{mso-list-id:1242135987;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1103687854 -316629288 -789950220 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l3:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level2
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:-;
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
@list l3:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l3:level4
{mso-level-tab-stop:144.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:180.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:216.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l3:level7
{mso-level-tab-stop:252.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:288.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:324.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l4
{mso-list-id:1407067191;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1023763130 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l4:level1
{mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l4:level4
{mso-level-tab-stop:144.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:180.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:216.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l4:level7
{mso-level-tab-stop:252.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:288.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l4:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:324.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l5
{mso-list-id:1530876263;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1737297018 -2142865704 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l5:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l5:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l5:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l5:level4
{mso-level-tab-stop:144.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l5:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:180.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l5:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:216.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l5:level7
{mso-level-tab-stop:252.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l5:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:288.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l5:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:324.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l6
{mso-list-id:1551310220;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:2100834234 1183093154 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l6:level1
{mso-level-tab-stop:54.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:54.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l6:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:90.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:90.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l6:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:126.0pt;
mso-level-number-position:right;
margin-left:126.0pt;
text-indent:-9.0pt;}
@list l6:level4
{mso-level-tab-stop:162.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:162.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l6:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:198.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:198.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l6:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:234.0pt;
mso-level-number-position:right;
margin-left:234.0pt;
text-indent:-9.0pt;}
@list l6:level7
{mso-level-tab-stop:270.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:270.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l6:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:306.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:306.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l6:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:342.0pt;
mso-level-number-position:right;
margin-left:342.0pt;
text-indent:-9.0pt;}
@list l7
{mso-list-id:1815682271;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:435573720 1498711284 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l7:level1
{mso-level-tab-stop:54.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:54.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l7:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:90.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:90.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l7:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:126.0pt;
mso-level-number-position:right;
margin-left:126.0pt;
text-indent:-9.0pt;}
@list l7:level4
{mso-level-tab-stop:162.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:162.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l7:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:198.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:198.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l7:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:234.0pt;
mso-level-number-position:right;
margin-left:234.0pt;
text-indent:-9.0pt;}
@list l7:level7
{mso-level-tab-stop:270.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:270.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l7:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:306.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:306.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l7:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:342.0pt;
mso-level-number-position:right;
margin-left:342.0pt;
text-indent:-9.0pt;}
@list l8
{mso-list-id:1933582372;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1614473632 -1776000476 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l8:level1
{mso-level-tab-stop:48.75pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:48.75pt;
text-indent:-30.75pt;}
@list l8:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l8:level3
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l8:level4
{mso-level-tab-stop:144.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l8:level5
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:180.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l8:level6
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:216.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
@list l8:level7
{mso-level-tab-stop:252.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l8:level8
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:288.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l8:level9
{mso-level-number-format:roman-lower;
mso-level-tab-stop:324.0pt;
mso-level-number-position:right;
text-indent:-9.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
-->
</style> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>BAB I<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>PENDAHULUAN<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>A.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Latar Belakang Pemikiran.<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kita hidup, sejak lahir hingga mati selalu berurusan dengan hukum atau tepatnya sistem hukum. Tidak ada waktu dan tempat yang terlewatkan oleh sentuhan hukum. Ada begitu banyak aturan (<i>rules</i>) dan peraturan (<i>regulations</i>) yang membelakukan syarat dan prosedur hukum.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sementara itu kondisi hukum kita saat ini mengalami keterpurukan yang sangat luar biasa. Kepercayaan masyarakat terhadap hukum sangat rendah. Masyarakat Indonesia saat ini sedang berada dalam kondisi <i>transplacement</i> antara mereka yang reformis dengan mereka yang <i>statusquo</i>, antara mereka yang kotor (<i>dirty broom</i>) dengan mereka yang bersih (<i>clean broom</i>). Kedua kelompok tersebut sama kuatnya sehingga hukum sama sekali tidak dapat berfungsi.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[1]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Tidak dapat dibantah bahwa masyarakat Indonesia tengah mengalami proses perubahan social yang mendasar dan mencakup berbagai bidang kehidupan dengan pergeseran nilainya beserta dengan berbagai manifestasinya dalam sikap dan perilaku kemasyarakatannya.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dalam menjalani dan mengarahkan proses perubahan social untuk memunculkan tatanan kemasyarakatan yang ideal, maka Pemerintah mengemban peranan dan tanggungjawab yang besar dan penting. Untuk Indonesia, hal tersebut sudah dengan jelas dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. mewujudkan tujuan Negara tersebut, dalam situasi konkret di Indonesia berarti melaksanakan pembangunan bangsa yang pada dasarnya berarti juga mengarahkan perubahan social yang berintikan usaha untuk memodernkan kehidupan bangsa Indonesia. Agar semua usaha tersebut dapat berlangsung secara bertanggungjawab maka asfek hukum tidak dapat diabaikan. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[2]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Menelaah pengaruh hukum pada perubahan social berarti mempertanyakan apakah hukum dapat menggerakkan dan mengarahkan perubahan social. Artinya dapatkah asfek hukum befungsi sebagai alat atau sarana dalam melakukan pembaharuan terhadap masyarakat ?</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Penulis tertarik untuk memilih dan menetapkan judul tentang “<i>Fungsi Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat</i>” untuk ditelaah.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>B.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Perumusan Masalah.<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Adapun yang menjadi permasalahan yang nantinya akan menjadi dasar dari penulisan ini dilakukan adalah : Bagaimana fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan terhadap masyarakat?</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 54pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>C.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Kerangka Pemikiran.<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Cicero, seorang filsuf pada zaman Romawi kuno, pernah mengeluarkan pernyataan yang sangat terkenal dan dianggap masih relevan dengan situasi dan kondisi masyarakat dewasa ini, yaitu : <i>ubi societas ibi ius</i> yang artinya dimana ada masyarakat maka disitupun ada hukum. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dari pandangan Cicero tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kehidupan masyarakat sesungguhnya memiliki mekanisme untuk menciptakan kaidah-kaidah hukum yang berasal dari hubungan dan pergaulan antar sesama warga masyarakat tersebut. Hal ini bisa terjadi karena hukum itu dapat dirumuskan sebagai suatu fenomena (gejala-gejala sosial) terhadap nilai-nilai dan perilaku yang hidup dan berkembang didalam diri manusia tatkala ia berhubungan atau bergaul dengan manusia lainnya didalam masyarakat dimana ia hidup.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan anggota masyarakat itu. Dengan banyak dan beraneka ragamnya hubungan tersebut, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam perhubungan antar anggota masyarakat diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak tiap-tiap anggota masyarakat tersebut. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></a> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum tersebut dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Dengan demikian sesungguhnya hukum itu bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bermanfaat dan bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dalam masyarakat.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Berkenaan dengan tujuan hukum Subekti mengatakan :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;">Bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya adalah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. Melayani tujuan Negara tersebut adalah dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban” yang merupakan pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Kemudian keadilan itu dapat digambarkan sebagai suatu keadaan keseimbangan yang membawa ketentraman didalam hati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[5]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dengan demikian, maka dapat dilihat bahwa hukum tidak saja harus mencari keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain untuk mendapatkan keadilan, tetapi juga hukum harus mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan dengan tuntutan ketertiban atau kepastian hukum.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>BAB II<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>TINJAUAN TEORITIS<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>A.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Pergulatan Manusia dan Hukumnya.<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sejak dicitrakan sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup berada diluar jejaring tatanan, bagaimana dan apapun bentuknya. Sosialitas menegaskan, bahwa manusia itu adalah makhluk berkelompok, seperti semut, lebah dan lainnya. Tetapi apabila komunitas semut tersebut bersifat alami, maka boleh dikatakan, bahwa jejaring tatanan manusia adalah buatan. Persoalan segera muncul dari tatanan buatan itu. Hukum adalah tatanan yang sengaja dibuat oleh manusia dan sengaja pula untuk dibebankan kepadanya.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Hukum adalah sesuatu yang tidak dapat untuk dipisahkan dari kehidupan manusia. Hukumlah yang mengatur segala sesuatu yang ada dalam masyarakat. Hukum dikatakan sebagai suatu proses dari masyarakat dengan manusia sebagai subjeknya. Bekerjanya hukum didukung dengan pembuatan hukum itu sendiri. Jika pembuatan hukum itu dilakukan dengan baik maka hukum akan berjalan dengan baik, demikian sebaliknya.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[6]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Manusia ingin diikat dan ikatan itu dibuatnya sendiri, namun pada waktu yang sama ia berusaha untuk melepaskan ikatan diri dari ikatan yang dibuatnya sendiri itu. Ternyata tidak mudah untuk hidup dengan hukum tersebut. Sejak hukum itu selesai dibuat, kehidupan tidak serta merta berjalan dengan mulus, tetapi tetap penuh dengan gejolak dan patahan. </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kehidupan membutuhkan kaidah social dan dizaman sekarang, hukum menjadi primadona. Melalui lembaga-lembaga yang diciptakannya, manusia memproduksi hukum, tetapi uniknya, hukum itu disana-sini dirasakan membelenggu dan manusia ingin lolos dari belenggu tersebut. Bahkan, orang sempat mengatakan bahwa tanpa hukumpun hidup bisa berjalan. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[7]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sudah terlalu sering kita mendengar ujaran “<i>ubi societas ibi ius</i>” (dimana ada masyarakat disitupun ada hukum), hal tersebut baru merupakan pernyataan sederhana, yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup diluar tatanan. Tetapi tidak membicarakan kerumitan yang ada antara <i>societas </i>dan <i>ius</i> tersebut. Tidak sederhana untuk mengatakan bahwa hukum bertujuan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban. Alih-alih berbuat demikian, hukum juga bisa menimbulkan persoalan. Kekurang hati-hatian dalam membuat hukum memiliki resiko, bahwa hukum malah menyusahkan atau menimbulkan kerusakan dalam masyarakat. Hukum juga memiliki potensi untuk menjadi kriminogen, sungguh inilah tragedi manusia dan hukumnya. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[8]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Hukum modern sarat dengan bentuk-bentuk yang formal, dengan prosedur-prosedur dan birokrasi penyelenggaraan hukum materi hukum dirumuskan secara terukur dan formal dan diciptakan pula konsep-konsep baru serta konstruksi khusus, juga tidak setiap orang bisa menjadi operator hukum, melainkan mereka yang memiliki kualifikasi khusus dan menjalani inisiasi formal tertentu, hakim harus berijazah sarjana hukum, advokat harus mempunyai lisensi kerja, dan seterusnya.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Akibatnya hukum berubah menjadi institusi artificial dan makin menjauh dari masyarakat. Bagi masyarakat umum, hukum lalu menjadi dunia yang esetorik, yaitu hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang telah menjalani inisiasi atau pendidikan khusus. Sejak ketertiban diwakili oleh hukum yang terstruktur dan diadministrasi secara rasional itu, maka orang tidak bisa lagi bergerak secara aman dan selamat dimasyarakat, kecuali memperoleh panduan dari pawing-paang hukum seperti advokat. Orang tidak lagi bisa memperjuangkan kebenaran, hak-hak dan sebagainya, kecuali disalurkan kedalam jalur hukum modern itu.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[9]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Apa yang sesungguhnya terjadi sejak dunia dan manusia memasuki era hukum modern dengan sekalian karakteristiknya itu? Kita melihat betapa proses hukum itu makin menjadi proses peraturan. Hukum semakin menampilkan dimensi peraturan daripada manusia. Berdasarkan hal tersebut bahwa sesungguhnya hukum itu tidak bisa dipahami sebagai urusan atau masalah peraturan semata. Hukum lebih merupakan masalah manusia daripada peraturan. Peraturan itu tidak akan menimbulkan berbagai pergolakan dalam hukum apabila tidak digerakkan oleh manusia.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>B.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Hukum dan Masyarakat Modern Yang Kompleks.<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Indeks yang dibuat oleh Unesco untuk mengukur tingkat modernisasi suatu desa mencakup antara lain faktor-faktor :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Jumlah tingkatan yang ada pada sekolah-sekolah (semakin banyak tingkat semakin modern).</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Pengangkutan sesuai dengan keadaan jalan.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Pengangkutan sesuai dengan jumlah pelayanan yang dilalui oleh bis (semakin sering semakin modern).</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Penggunaan radio.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Jumlah keragaman pekerjaan / profesi.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[10]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dari faktor-faktor yang dipakai untuk mengukur tingkat kemodernan suatu masyarakat itu dapat diketahui kira-kira bagaimana wajah atau struktur masyarakat yang demikian itu. Dengan demikian kiranya dapat ditunjukkan bahwa masyarakat modern itu memperlihatkan ciri keterbukaan dan pemekaran yang semakin jauh dalam bidang-bidang kehidupan sosialnya.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kalau hukum boleh dilihat sebagai pembadanan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat, maka semakin padu susunan nilai-nilai itu semakin mudah pula hukum mengaturnya. Kepaduan dalam nilai-nilai yang terdapat didalam masyarakat itu akan memudahkan terjadinya kesepakatan mengenai norma-norma yang berlaku didalam masyarakat.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengaturan oleh hukum dalam masyarakat akan memperlihatkan karakteristiknya sebagai berikut :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Kemudahan untuk menentukan pilihan-pilihan.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Kesederhanaan dalam organisasi dan prosedur penetapan norma-norma.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Kurangnya beban permintaan / tuntutan yang terorganisasi maupun tidak dari anggota masyarakat-masyarakat terhadap pembuat hukum.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Kemudahan untuk menyusun norma-norma yang berlaku umum dan yang diikuti dengan efektivitas yang tinggi pula. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[11]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Satu hal yang perlu untuk diketahui adalah bahwa semakin modern suatu masyarakat itu maka semakin terbuka pula keadaannya dan semakin luas pemekaran bidang-bidang kehidupan sosial yang ada disitu. Suatu faktor yang sering dikutip sebagai pendorong utama atau pendobrak kearah pemekaran itu adalah teknologi yang dipergunakan. Semakin maju teknologi yang digunakan, maka semakin dibutuhkan dukungan organisasi-organisasi yang kompleks.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Salah satu pengaruh dari penggunaan teknologi sedemikian itu dibidang sosial adalah terhadap bidang ekonomi. Oleh berbagai macam sebab, maka masyarakat dengan teknologi sedemikian itu akan mengalami perbedaan-perbedaan dalam tingkat kehidupan ekonomi yang menonjol diantara para anggotanya. Keadaan yang demikian ini pada gilirannya akan memberikan pengaruhnya terhadap bidang hukum pula.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dari apa yang diuraikan diatas, bahwa pembuatan hukum didalam masyarakat modern atau yang sedang dalam proses modernisasi adalah tidak sederhana. Kata-kata Von Savigny, bahwa hukum itu merupakan pencerminan “<i>volkgeist</i>”, jiwa rakyat, tidak begitu mudah untuk diterjemahkan mlalui pembuatan hukum dewasa ini. Ungkapan itu akan lebih sesuai dengan masyarakat pedesaan, yang belum mengalami penguraian yang tajam dalam bidang-bidang kehidupan sosialnya. Badan-badan pembuat hukum dalam masyarakat modern lebih banyak berfungsi sebagai tempat untuk mengendapkan konflik nilai-nilai atau memecahkan konflik-konflik itu. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[12]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>C.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Hubungan Antara Perubahan-Perubahan Sosial Dengan Hukum.<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kehidupan sosial suatu masyarakat sangatlah dinamis dalam arti selalu mengalami perubahan dan pergeseran sejalan dengan terjadinya perubahan dan kemajuan kebudayaan (IPTEK). Perubahan tersebut ada yang berjalan denganlambat dan ada pula yang berjalan dengan cepat serta ada yang pengaruhnya kecil terhadap kehidupan manusia dan ada pula yang pengaruhnya besar.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Perubahan sosial atau dalam bahasa Inggris disebut <i>social change </i>adalah segala perubahan yang menyangkut dalam unsure-unsur atau isi dari masyarakat. Untuk dapat lebih memahami pengertian perubahan sosial kita dapat melihat pendapat Selo Soemardjan yang mengatakan :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;">Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku diantara kelompok masyarakat. Yang ditekankan adalah adanya pengaruh besar dari unsure-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur kebudayaan immaterial. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[13]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat terjadi oleh karena bermacam-macam sebab. Sebab-sebab tersebut sumbernya ada yang terletak didalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya diluar masyarakat itu. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri antara lain adalah :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Bertambah atau berkurangnya penduduk.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Penemuan-penemuan baru.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Pertentangan (conflict) dalam masyarakat.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Terjadinya pemberontakan atau revolusi didalam tubuh masyarakat itu sendiri</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify;">Sedangkan yang bersumber dari luar masyarakat adalah :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Pepeangan.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[14]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan sosial pada umumnya adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dibidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, dan lain-lain. Lembaga kemasyarakatan mana yang merupakan titik tolak, tergantung pada penilaian tertinggi yang diberikan oleh masyarakat terhadap masing-masing lembaga kemasyarakatan tersebut.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Didalam proses perubahan hukum (terutama yang tertulis) pada umunya dikenal ada 3 (tiga) badan yang dapat mengubah hukum, yaitu badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum, dan badan-badan pelaksana hukum. Adanya badan-badan pembentuk hukum yang khusus, adanya badan-badan peradilan yang menegakkan hukum merupakan cirri-ciri yang terdapat pada suatu Negara modern.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Keadaan semacam itu di Indonesia dapat membawa akibat bahwa saluran-saluran untuk mengubah hukum dapat dilakukan melalui beberapa badan. Artinya, apabila hukum harus berubah agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka perubahan-perubahan tersebut tidak hanya tergantung pada suatu badan semata-mata. Apabila karena faktor-faktor prosedural suatu badan mengalami kemacetan, maka badan-badan lainnya dapat melaksanakan perubahan-perubahan tersebut. Hal ini sedikit banyaknya juga tergantung pada pejabat-pejabat hukum dari badan-badan tersebut. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[15]</span></span></span></a> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum (atau sebaliknya, perubahan-perubahan hukum dan perubahan-perubahan sosial) tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya, pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya, atau mungkin hal yang sebaliknya yang terjadi,. Apabila terjadi hal yang demkian maka terjadilah <i>social lag</i>, yaitu suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan dalam perkembangan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengakibatkan terjadinya kepincangan-kepincangan. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[16]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Tertinggalnya perkembangan hukum oleh unsur-unsur sosial lainnya, atau sebaliknya, terjadi oleh karena pada hakikatnya merupakan suatu gejala wajar didalam suatu masyarakat bahwa terdapat perbedaan antara pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah hukum dengan pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah sosial lainnya. Hal ini terjadi oleh karena hukum pada hakikatnya disusun atau disahkan oleh bahagian kecil dari masyarakat yang pada suatu ketika mempunyai kekuasaan dan wewenang.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Faktor tertinggalnya kaidah-kaidah hukum sudah menimbulkan pelbagai persoalan, persoalan tersebut akan bertambah banyak apabila diusahakan untuk menyoroti kemungkinan-kemungkinan bahwa unsur-unsur lain dalam masyarakat tertinggal oleh hukum. Selanjutnya pengaruh hukum pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya adalah sangat luas. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum mempengaruhi hampir semua lembaga-lembaga kemasyarakatan.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kemungkinan, kesulitan-kesulitan diatas dapat diatasi dengan terlebih dahulu menganalisa peranan hukum dalam mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial dengan membedakan antara aspek-aspek hukum yang secara tidak langsung. Hukum mempunyai pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial dengan membentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh langsung terhadap masyarakat, sebaliknya apabila hukum membentuk atau mengubah <i>basic institutions</i> dalam masyarakat, maka terjadi pengaruh yang langsung. Hal ini akan membawa pembicaraan pada penggunaan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn17" name="_ftnref17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[17]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>BAB III<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>HASIL PEMBAHASAN<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>Fungsi Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat.<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Untuk dapat memastikan mengenai adanya hubungan antara hukum dan perubahan masyarakat kiranya perlu diperhatikan tentang bagaimana hukum itu berkait dengan masyarakatnya. Berikut ini kita akan melihat fungsi yang dijalankan oleh hukum didalam masyarakat.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dua macam fungsi yang berdampingan satu sama lain adalah :</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Fungsi hukum sebagai sarana pengendalian sosial.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Sebagai sarana untuk melakukan <i>social engineering</i>. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn18" name="_ftnref18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[18]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kalau fungsi hukum dilihat sebagai sarana pengendalian sosial, maka kita akan melihat hukum sebagai menjalankan tugas untuk mempertahankan suatu tertib atau pola kehidupan yang telah ada. Hukum disini sekedar menjaga agar setiap orang menjalankan peranannya sebagaimana telah ditentukan atau sebagaimana diharapkan daripadanya.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sedangkan fungsi hukum sebagai <i>social engineering</i> lebih bersifat dinamis, yaitu hukum digunakan sebagai sarana untuk melakukan perubahan-perubahan didalam masyarakat. Jadi dalam hal ini maka hukum tidak sekedar meneguhkan pola-pola yang memang telah ada didalam masyarakat, melainkan ia berusaha untuk menciptakan hal-hal atau hubungan-hubungan yang baru. Perubahan ini hendak dicapai dengan cara memanipulasi keputusan-keputusan yang akan diambil oleh individu-individu dan mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki. Manipulasi ini dapat digunakan dengan berbagai macam cara, misalnya dengan memberikan ancaman pidana, insentip, dan sebagainya. Hubungan antara hukum dengan perubahan masyarakat disini sangat jelas sekali, oleh karena hukum disini justeru dipanggil untuk mendatangkan perubahan-perubahan didalam masyarakat. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn19" name="_ftnref19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[19]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kiranya dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan-perubahan yang dikehendaki atau perubahan-perubahan yang direncanakan (<i>intended change atau planed change</i>). Dengan perubahan-perubahan yang dikehendaki dan yang direncanakan oleh warga-warga masyarakat yang berperan sebagai pelopor masyarakat dan dalam masyarakat yang sudah kompleks dimana birokrasi memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan sosial, mau tak mau harus mempunyai dasar hukum untuk sahnya. Dalam hal ini maka hukum dapat merupakan alat yang ampuh untuk mengadakan perubahan-perubahan sosial. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn20" name="_ftnref20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[20]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sehubungan dengan hal tersebut Roscoe Pound mengatakan :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;">Hukum itu pada dasarnya merupakan suatu bentuk dari teknik sosial atau rekayasa sosial (<i>social engineering</i>) yang bertujuan untuk mengatur secara harmonis kepentingan dan kebutuhan individu secara optimal, dalam keseimbangan dengan kepentingan masyarakat. Keseimbangan yang harmonis inilah yang dapat dikatakan merupakan hakikat dari keadilan yang harus terdapat dalam hukum. Disamping itu hukum dapat berfungsi sebagai kekuatan dari Negara atau masyarakat yang harus disorganisasi secara politis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat paksa untuk menjamin dan menjaga keselamatan atau keamana masyarakat. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn21" name="_ftnref21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[21]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dengan didasari pemikiran hukum Roscoe Pound serta dengan memperhatikan asfek nilai yang terdapat dalam filsafat Pancasila, Mochtar Kusumaatmadja telah mengintrodusir paradigma teori hukum pembangunan, dengan menyebutkan : “Jika kita artikan dalam artian yang luas, maka hukum itu tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga (<i>institutions</i>) dan proses-proses (<i>processes</i>) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan”.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn22" name="_ftnref22" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[22]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Lebih lanjut menurut Mochtar, pengembangan konsepsional dari hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat di Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada teori hukum Roscoe Pound, yaitu :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Lebih menonjolkan peundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia, walaupun yurisprudensi memegang peranan.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Sikap yang menunjukkan kepekaan terhadap kenyataan masyarakat yang menolak aplikasi mekanistis dari konsepsi <i>law as a tool of social engineering</i>.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Apabila dalam pengertian hukum termasuk hukum internasional, di Indonesia jauh sebelum konsepsi ini dirumuskan sudah menjalankan asas hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn23" name="_ftnref23" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[23]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Di Indonesia, penggunaan hukum sebagai sarana perubahan masyarakat berhubungan erat dengan konsep penyelenggaraan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Apabila orang berpendapat bahwa proses sosial ekonomi itu hanya hendak dibiarkan berjalan menurut hukum kemasyarakatan sendiri, maka hukum tidak akan digunakan sebagai sarana perubahan, sebaliknya apabila konsepnya justeru merupakan kebalikan dari yang tersebut diatas, maka peranan hukum sangat penting untuk membangun masyarakat. Oleh karena itu, peranan hukum yang demikian berkaitan erat dengan konsep perkembangan masyarakat yang didasarkan pada perencanaan. Perencanaan membuat pilihan-pilihan yang dilakukan secara sadar tentang jalan yang mana dan cara yang bagaimana yang akan ditempuh oleh masyarakat untuk mencapai tujuannya.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Oleh karena itu, dalam konteks Indonesia, hukum sebagai sarana perubahan masyarakat haruslah didasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat untuk dituangkan dalam garis politik dengan memperhatikan berbagai kondisi dan potensi nasional serta direalisasikan dalam proyek-proyek nasional.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Sebagai sarana <i>social engineering</i>, hukum juga merupakan sebagai suatu sarana ynag ditujukan untuk mengubah perikelakuan warga masyarakat sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu masalah yang dihadapi dalam bisang ini adalah, apabila terjadi apa yang dinamakan oleh Gunnar Myrdal sebagai <i>softdevelopment</i>, dimana hukum-hukum tertentu dibentuk dan diterapkan ternyata tidak efektif. Gejala-gejala semacam itu akan timbul apabila ada faktor-faktor tertentu yang menjadi halangan. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum, para pencari keadilan (<i>justitiabelen</i>), maupun golongan-golongan lain dalam masyarakat. Faktor-faktor itulah yang harus didefenisikan oleh karena merupakan suatu kelemahan yang terjadi kalau hanya tujuan-tujuan yang dirumuskan tanpa mempertimbangkan sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka prosesnya tidak hanya berhenti pada pemilihan hukum sebagai sarana saja. Kecuali pengetahuan yang mantap tentang sifat hakikat hukum, juga perlu diketahui adalah batas-batas didalam penggunaan hukum sebagai sarana (untuk mengubah ataupun mengatur peri kelakuan warga masyarakat), sebab sarana yang ada membatasi pencapaian tujuan, sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana apakah yang tepat untuk dipergunakan.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn24" name="_ftnref24" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[24]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Untuk lebih memahamkan terkaitnya peranan hukum sebagai sarana dalam pembaharuan masyarakat, berikut ini akan diberikan beberapa perincian mengenai apa yang secara teknis dilakukan oleh hukum :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Hukum memberikan <i>prediktabilitas</i> dalam hubungan-hubungan didalam masyarakat. Semakin tinggi <i>prediktabilitas</i> yang diberikan oleh hukum, semakin tinggi pula nilai kepastian hukum itu terselenggara didalam masyarakat.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Hukum memberikan <i>definisi</i> sehingga mengurangi kesimpang-siuran dan kesalah-pahaman yang mungkin terjadi disebabkan tidak adanya pegangan yang dapat diketahui setiap orang. Termasuk kedalam pemberian definisi ini pemberian kejelasan status seseorang.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Hukum memberikan jaminan keteraturan dalam cara-cara hubungan-hubungan dijalankan didalam masyarakat, yaitu dengan menegaskan <i>prosedur</i> yang harus dilalui.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Hukum <i>mengkodifikasikan </i>tujuan yang ditentukan atau dipilih. Didalam masa pembangunan atau perubahan sosial ini kemampuan teknis hukum untuk mengkodifikasikan tujuan ini menjadi semakin penting, oleh karena pembangunan menghasilkan bermacam-macam tujuan yang ingin dicapai dalam jangka waktu yang bersamaan atau hamper bersamaan. Dengan melakukan kodifikasi tersebut maka tujuan yang ingin dicapai itu juga menjadi jelas. Sebaliknya tujuan yang kabur atau samara-samar pastilah tidak akan membantu kearah pencapaiannya dengan memuaskan.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Hukum memberikan kemungkinan pada orang-orang untuk menyesuaikan diri pada perubahan-perubahan. Tanpa fasilitas <i>akomodasi</i> ini maka warga masyarakat dapat mengalami kerugian-kerugian yang sesungguhnya dapat diatasi apabila hukum dibiarkan menjalankan akomodasi itu. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn25" name="_ftnref25" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[25]</span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Dengan mengemukakan perincian tersebut diatas, maka dapat diketahui 2 (dua) hal, yaitu : <i>pertama</i>, bahwa hukum itu sesungguhnya memang dipersiapkan sebagai suatu sarana untuk menangani proses-proses didalam masyarakat, termasuk didalamnya proses perubahan. Hal tersebut adalah merupakan bagian dari eksistensi hukum itu sendiri yang harus mampu untuk menyalurkan proses-proses itu secara tertib dan teratur. <i>Kedua</i>, dengan demikian sesungguhnya juga diketahui bahwa adanya potensi pada hukum untuk mampu menangani proses-proses perubahan didalam masyarakat.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>BAB IV<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>PENUTUP<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>A.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Kesimpulan.<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Berdasarkan hasil pembahasan tersebut diatas yang berkaitan dengan perumusan masalah, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Bahwa didalam bidang-bidang kehidupan yang lebih memerlukan ketentraman, hukum merupakan sarana untuk mencapai atau mempertahankan stabilitas. Sebaliknya, hukum dapat dipergunakan sebagai sarana untuk merubah masyarakat sepanjang hal tersebut menyangkut bidang-bidang kehidupan yang lebih memerlukan ketertiban. Apabila hukum hendak difungsikan sebagai sarana untuk merubah masyarakat, maka hukum tidak hanya sekedar meneguhkan pola-pola yang memang telah ada didalam masyarakat, melainkan ia berusaha untuk menciptakan hal-hal atau hubungan-hubungan yang baru</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>B.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Saran.<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify;">Hukum adalah suatu roman yang dapat menembus dari kehidupan sosial yang teramat dalam mempengaruhi kita. Hukum membentuk kehidupan kita mulai sejak lahir hingga kematian. Hukum seyogyanya dihadapi, dipelajari, dikritik, dan diubah oleh mereka yang menganutnya.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b>DAFTAR BACAAN<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">Bernard Arief Sidharta, <b><i>Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum</i>,</b> Mandar Maju, Bandung, 2000.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">C.S.T. Kansil, <b><i>Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia</i></b>, Balai Pustaka, Jakarta, 1986.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">Haji Ngamehi Sembiring dkk, <b><i>Sosiologi</i></b>, CV. Budi, Medan, 2000.</div><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">Mochtar Kusumaatmadja, <b><i>Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional</i></b>, Binacipta, Bandung, 1986.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span style="font-size: 12pt;">-------, <b><i>Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional</i></b>, Binacipta, Bandung, 1970.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">Muhammad Abduh, Zainul Pelly, dan Jusmadi Sikumbang, <b><i>Pengantar Sosiologi</i></b>, Fakultas Hukum USU, Medan, 1984.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">Muhammad Nuh Lubis dan Zaini Munawir, <b><i>Diktat Sosiologi Hukum</i></b>, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, 2001.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">Satjipto Rahardjo, <b><i>Biarkan Hukum Mengalir</i></b>, Kompas, Jakarta, 2007.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">-------, <b><i>Hukum, Masyarakat dan Pembangunan</i></b>, Alumni, Bandung, 1980.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">-------, <b><i>Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum</i></b>, Alumni, Bandung, 1977.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">Soerjono Soekanto, <b><i>Pokok-Pokok Sosiologi Hukum</i></b>, Rajawali Pers, Jakarta, 1994.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span style="font-size: 12pt;">Jurnal Hukum KAIDAH, <b><i>Vol 1 No. 2</i></b>, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, Februari 2002.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;">Jurnal Hukum KAIDAH, <b><i>Vol 1 No. 1</i></b>, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, Oktober 2001.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">Jurnal Keadilan, <b><i>Vol. 2 No. 1 Tahun 2002</i>.<o:p></o:p></b></div><div><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="ftn1"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[1]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Jurnal Keadilan, <b><i>Vol. 2 No. 1 Tahun 2002</i></b>, Hal. 1.</div></div><div id="ftn2"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[2]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Bernard Arief Sidharta, <b><i>Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum</i>,</b> Mandar Maju, Bandung, 2000, Hal. 25.</div></div><div id="ftn3"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[3]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Jurnal Hukum KAIDAH, <b><i>Vol 1 No. 1</i></b>, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, Oktober 2001, Hal. 66.</div></div><div id="ftn4"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[4]</span></b></span></b></span></a><b> </b>C.S.T. Kansil, <b><i>Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia</i></b>, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, Hal. 40.</div></div><div id="ftn5"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[5]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Ibid, Hal. 41.</div></div><div id="ftn6"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[6]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Muhammad Nuh Lubis dan Zaini Munawir, <b><i>Diktat Sosiologi Hukum</i></b>, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, 2001, Hal. 111.</div></div><div id="ftn7"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[7]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Satjipto Rahardjo, <b><i>Biarkan Hukum Mengalir</i></b>, Kompas, Jakarta, 2007, Hal. 8.</div></div><div id="ftn8"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[8]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Ibid, Hal. 10.</div></div><div id="ftn9"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[9]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Ibid, Hal. 13.</div></div><div id="ftn10"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[10]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Satjipto Raharjo, <b><i>Hukum, Masyarakat dan Pembangunan</i></b>, Alumni, Bandung, 1980, Hal. 19.</div></div><div id="ftn11"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[11]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Ibid, Hal. 20.</div></div><div id="ftn12"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[12]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Ibid.</div></div><div id="ftn13"><div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref13" name="_ftn13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[13]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Haji Ngamehi Sembiring dkk, <b><i>Sosiologi</i></b>, CV. Budi, Medan, 2000, Hal. 21. </div></div><div id="ftn14"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref14" name="_ftn14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[14]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Muhammad Abduh, Zainul Pelly, dan Jusmadi Sikumbang, <b><i>Pengantar Sosiologi</i></b>, Fakultas Hukum USU, Medan, 1984, Hal. 147-151.</div></div><div id="ftn15"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref15" name="_ftn15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[15]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Soerjono Soekanto, <b><i>Pokok-Pokok Sosiologi Hukum</i></b>, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, Hal. 101.</div></div><div id="ftn16"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref16" name="_ftn16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[16]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Ibid.</div></div><div id="ftn17"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref17" name="_ftn17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[17]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Ibid, Hal. 106.</div></div><div id="ftn18"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref18" name="_ftn18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[18]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Satjipto Rahardjo, <b><i>Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum</i></b>, Alumni, Bandung, 1977, Hal. 143.</div></div><div id="ftn19"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref19" name="_ftn19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[19]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Ibid, Hal. 145.</div></div><div id="ftn20"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref20" name="_ftn20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[20]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Muhammad Nuh Lubis dan Zaini Munawir S, op cit, Hal. 30.</div></div><div id="ftn21"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref21" name="_ftn21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[21]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Jurnal Hukum KAIDAH, <b><i>Vol 1 No. 2</i></b>, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, Februari 2002, Hal. 87.</div></div><div id="ftn22"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref22" name="_ftn22" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[22]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Mochtar Kusumaatmadja, <b><i>Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional</i></b>, Binacipta, Bandung, 1970, Hal. 11.</div></div><div id="ftn23"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref23" name="_ftn23" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[23]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Mochtar Kusumaatmadja, <b><i>Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional</i></b>, Binacipta, Bandung, 1986, Hal. 9-11.</div></div><div id="ftn24"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref24" name="_ftn24" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[24]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Muhammad Nuh Lubis dan Zaini Munawir S, op cit, Hal. 32.</div></div><div id="ftn25"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref25" name="_ftn25" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[25]</span></b></span></b></span></a><b> </b>Satjipto Rahardjo, op cit, Hal. 147.</div></div></div><b> </b>lenterakonstitusihttp://www.blogger.com/profile/04838428996695650565noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4431619691444949068.post-78739203304285150312011-12-30T02:44:00.000-08:002011-12-30T02:52:00.328-08:00Peranan Peraturan Kebijaksanaan Sebagai Sarana Tata Usaha Negara<div style="text-align: justify;"><b>Oleh : Dani Sintara, SH. MH.</b></div><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Kepala Divisi Advokasi Lentera Konstitusi dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muslim Nusantara ( FH-UMN) Al-Washliyah.</div><br />
<br />
<br />
<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="EN-US">BAB I</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="EN-US">PENDAHULUAN</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b><span lang="EN-US">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US">Latar Belakang Pemikiran.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="EN-US">Dalam suatu Negara hukum yang salah satu cirinya adalah bahwa setiap tindakan hukum pemerintahan harus selalu didasarkan pada asas legalitas atau harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya tindakan hukum pemerintahan itu pada dasarnya adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dalam rangka mengatur dan melayani kepentingan umum yang dikristalisasikan dalam ketentuan Undang-Undang yang bersangkutan. </span><span lang="SV">Ketentuan peraturan perundang-undangan ini melahirkan kewenangan tertentu bagi Pemerintah untuk melakukan tindakan tertentu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Namun demikian, meskipun peraturan perundang-undangan dianggap sebagai sumber hukum administrasi negara yang paling penting, nemun peraturan perundang-undangan sebagai peraturan tertulis memiliki kelemahan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Bagir Manan Mengatakan :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Sebagai ketentuan tertulis (<i>written rule</i>) atau hukum tertulis (<i>written law</i>), peraturan perundang-undangan mempunyai jangkauan yang terbatas-sekedar ”moment opname” dari unsur-unsur politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam yang paling berpengaruh pada saat pembentukan, karena itu mudah sekali aus (<i>out of date</i>) bila dibandingkan dengan perubahan masyarakat yang semakin menyepat atau dipercepat. </span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn1" name="_ftnref1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[1]</span></span></span></span></a><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Disamping itu, peraturan perundang-undangan tidak mampu mencakup semua persoalan yang dihadapi oleh administrasi negara. Sebab sekarang ini pada umumnya banyak pendapat yang berkeyakinan bahwa peraturan perundang-undangan saja tidak akan pernah lengkap, kehidupan masyarakat sangat rumit dan cepat berubah, sehingga tidak memungkinkan para pembuat peraturan perundang-undangan memuat berbagai persoalan hukum yang muncul dalam masyarakat (dalam memuatnya dalam suatu perundang-undangan). Tidak ada peraturan yang dapat mengikuti pandangan masyarakat yang beragam dan hubungan yang berubah-ubah dalam masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Oleh karena itu, administrasi negara dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap penting dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat, meskipun belum ada aturannya dalam peraturan perundang-undangan. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh administrasi negara ini akan melahirkan hukum tidak tertulis atau konvensi, apabila dilakukan secara teratur tanpa keberatan dari warga masyarakat, maka hukum yang tidak tertulis yang dilahirkan dari tindakan hukum administrasi negara inilah yang dapat menjadi sumber hukum dalam arti formil.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Namun, tindakan-tindakan yang dapat diambil oleh administrasi negara sebagaimana tersebut diatas, tidak dapat dilakukan dengan begitu saja, akan tetapi ada ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam rangka mewujudkan <i>good governance</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Penulis tertarik untuk memilih dan menetapkan judul tentang “<i>Peranan Peraturan Kebijaksanaan Sebagai Sarana Tata Usaha Negara</i>” untuk ditelaah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b><span lang="EN-US">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US">Perumusan Masalah.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="EN-US">Adapun yang menjadi permasalahan yang nantinya akan menjadi dasar dari penulisan ini dilakukan adalah :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; mso-list: l7 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="FI"><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span><span lang="FI">Bagaimana peranan peraturan kebijaksanaan sebagai sarana tata usaha negara?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b><span lang="EN-US">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US">Kerangka Pemikiran.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="EN-US">Keberadaan peraturan kebijaksanaan tidak dapat dilepaskan dengan kewenangan bebas (<i>vrijebevoegdheid</i>) dari pemerintah yang sering disebut dengan istilah <i>freies ermessen</i>. Karena itu sebelum menjelaskan mengenai peraturan kebijaksanaan, terlebih dahulu dikemukakan mengenai <i>freies ermessen</i> ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="EN-US">Secara bahasa, <i>freies ermessen </i>berasal dari kata <i>frei</i> yang artinya bebas, lepas, tidak terikat, dan merdeka. Sedangkan <i>ermessen</i> berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan. <i>Freies Ermessen </i>berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga dan mempertimbangkan sesuatu. Istilah ini kemudian secara khas digunakan dalam bidang pemerintahan, sehingga <i>freies ermessen</i> (<i>diskresionare</i>) diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada peraturan perundang-undangan. </span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[2]</span></span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="FI">Definisi lain yang hampir senada dikemukakan oleh Nana Saputra sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="FI">Suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan (<i>doelmatigheid</i>) daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum atau kewenangan yang sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan kepentingan umum. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="FI">Meskipun pemberian <i>freies ermessen</i> kepada Pemerintah atau administrasi negara merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam kerangka negara hukum, <i>freies ermessen</i> ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar itu Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur <i>freies ermessen</i> dalam suatu negara hukum yaitu sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l5 level4 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l5 level4 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l5 level4 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l5 level4 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l5 level4 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l5 level4 lfo4; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Sikap tindak itu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><i><span lang="SV">Freies Ernessen </span></i><span lang="SV">ini muncul sebagai alternatif untuk mengisi kekurangan dan kelemahan didalam penerapan asas legalitas. Bagi negara yang bersifat welfare State, asas legalitas saja tidak cukup untuk dapat berperan secara maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat yang berkembang pesat sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Kemudian <i>freies ermessen </i>ini bertolak dari kewajiban pemerintah dalam welfare state , dimana tugas pemerintah yang utama adalah memberikan pelayanan umum atau mengusahakan kesejahteraan bagi warga negara disamping memberikan perlindungan bagi warga negara. Apabila dibandingkan dengan negara kita, <i>freies ermessen</i> muncul bersama dengan pemberian tugas kepada pemerintah untuk merealisir tujuan negara sebagaimana tercantum dalam alenia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena tugas utama pemerintah dalam konsep welfare state memberikan pelayanan bagi warga negara, maka muncul prinsip ”<i>pemerintah tidak boleh menolak untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat dengan alasan tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya</i>”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="SV">BAB II</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="SV">TINJAUAN TEORITIS</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b><span lang="EN-US">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US">Pengertian Peraturan Kebijaksanaan.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="EN-US">Didalam penyelenggaraan tugas-tugas administrasi Negara, pemerintah banyak mengeluarkan kebijaksanaan yang dituangkan dalam berbagai bentuk, seperti garis-garis kebijaksanaan (<i>beleidslijnen</i>), <i>het beleid</i> (kebijaksanaan), <i>regelingen </i>(petunjuk-petunjuk) dan lain sebagainya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="EN-US">Menurut Philipus M. Hadjon :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US">Peraturan kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha Negara yang bertujuan “<i>naar buiten gebracht schricftelijk beleid</i>” yaitu menempatkan keluar suatu kebijakan tertulis yang hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraa tugas-tugas pemerintahan, karenanya tidak dapat merubah ataupun menyimpangi peraturan perundang-undangan. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn5" name="_ftnref5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[5]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="FI">Sementara itu Commissie Wetgevingsvraagstukken merumuskan peraturan kebijaksanaan sebaga :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="FI">Peraturan umum tentang pelaskanaan wewenang pemerintahan terhadap warga negara (warga negara juga organ pemerintahan lainnya) yang ditetapkan berdasarkan kekuasaan sendiri oleh instansi pemerintahan yang berwenang atau instansi pemerintahan yang secara hirarki lebih tinggi. Peraturan kebijaksanaan secara essensial berkenaan dengan organ pemerintahan dalam hal ini semata-mata menggunakan kewenangan untuk menjalankan tindakan-tindakan pemerintahan. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn6" name="_ftnref6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[6]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="FI">Secara praktis kewenangan <i>diskresionare</i> administrasi negara yang kemudian melahirkan peraturan kebijaksanaan , mengandung 2 (dua) asfek pokok ; <i>pertama</i> : kebebasan menafsirkan mengenai ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam peraturan dasar wewenangnya. </span><span lang="SV">Aspek pertama ini lazim dikenal dengan kebebsasan menilai yang bersifat obyektif. <i>Kedua</i> : kebebasan untuk menentukan sendiri dan menentukan secara mandiri dari pemerintah inilah yang melahirkan peraturan kebijaksanaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="FI">Menurut P.J.P. Tak peraturan kebijaksanaan adalah :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="FI">Peraturan umum yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berkenaan dengan pelaksanaan wewenang pemerintahan terhadap warga negara atau terhadap instansi pemerintahan lainnya dan pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki dasar yang tegas dalam Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang formal baik langsung maupun tidak langsung. Artinya peraturan kebijaksanaan tidak didasarkan pda kewenangan pembuatan undang-undang dan oleh karena itu tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan yang mengikat umum, akan tetapi didasarkan pada wewenang pemerintahan suatu organ administrasi negara yang berkenaan dengan pelaksanaan wewenangnya.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn7" name="_ftnref7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[7]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b><span lang="SV">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="SV">Ciri-Ciri Peraturan Kebijaksanaan.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Mengenai ketentuan mengikat dari peraturan kebijaksanaan diantara para pakar hukum tidak terdapat kesamaan, menurut Bagir Manan, peraturan kebijaksanaan sebagai peraturan yang bukan peraturan perundang-undangan tidak langsung mengikat secara hukum. Peraturan kebijaksanaan pada dasarnya ditujukan kepada badan atau pejabat administrasi negara sendiri. Jadi yang pertama-tama melaksanakan ketentuan yang termuat dalam adalah badan atau pejabat administrasi negara. Meskipun demikian, ketentuan tersebut secara tidak langsung akan akan dapat mengenai masyarakat umum. Adapun Indroharto berpendapat bahwa peraturan kebijaksanaan itu bagi masyarakat menimbulkan keterikatansecara tidak langsung. Menurut A. Hamid Attamimi, peraturan kebijaksanaan mengikat secara umum, karena masyarakat yang terkena peraturan itu tidak dapat berbuat lain kecuali mengikutinya. Sedangkan Marcus Lukman mengatakan, kekuatan mengikat peraturan kebijaksanaan ini tergantung jenisnya, peraturan kebijaksanaan intra-legal dan kontra-legal yang pembentukannya berdasarkan kebebasan mempertimbangkan intra-legal menjadi bahagian integral dari tata hirarki peraturan perundang-undangan , kekuatan mengikatnya juga berderajat peraturan perundang-undangan, sedangkan peraturan kebijaksanaan ekstra-legal dan kontra-legal yang pembentukannya berdasarkan kebebasan mempertimbangkan ekstra-legal tidak memiliki kekuatan mengikat berderajat peraturan perundang-undangan. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn8" name="_ftnref8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[8]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Berikut ini disajikan mengenai ciri-ciri peraturan kebijaksanaan, Bagir Manan menyebutkan bahwa ciri-ciri dari sebuah peraturan kebijaksanaan adalah :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level4 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level4 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level4 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara <i>wetmatigheid</i>, karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat peraturan kebijaksanaan tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level4 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level4 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih diserahkan kepada <i>doelmatigheid</i> dan karena itu batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang layak.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level4 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Dalam praktek diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam bentuk peraturan.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn9" name="_ftnref9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[9]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tampak ada beberapa persamaan antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan kebijaksanaan. A. Hamid Attamini menyebutkan unsur-unsur persamaannya sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level7 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Aturan yang berlaku umum.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijaksanaan mempunyai adresat atau subyek norma dan pengaturan perilaku atau obyek norma yang sama, yaitu bersifat umum dan abstrak.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level7 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Peraturan yang berlaku keluar.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Peraturan perundang-undangan berlaku keluar dan ditujukan kepada masyarakat umum, demikian juga peraturan kebijaksanaan berlaku keluar dan ditujukan kepada masyarakat umum yang bersangkutan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level7 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Kewenangan pengaturan yang bersifat umum / publik.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijaksanaan ditetapkan oleh lembaga / pejabat yang mempunyai kewenangan umum / publik itu.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn10" name="_ftnref10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[10]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 234.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 126.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b><span lang="SV">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="SV">Ketetapan Yang Sah Dalam Hukum Administrasi Negara.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Dalam membuat suatu ketetapan harus diperhatikan beberapa ketentuan hukum, baik yang tercantum dalam hukum administrasi negara tentang tata cara atau prosedur administrasi tentang pembuatan suatu ketetapan. Sebab apabila ketentuan-ketentuan hukum ini tidak diperhatikan maka ada kemungkinan ketetapan yang dibuat itu akan mengandung kekurangan dan kekurangan dalam membuat suatu ketetapan dapat menjadi sebab ketetapan itu tidak sah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Timbul pertanyaan, apakah syarat-syarat itu yang dapat merupakan syarat-syarat untuk adanya ketetapan itu? Mengenai hal ini Prof. Van Der Pot mengemukakan 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi agar suatu ketetapan dapat berlaku sebagai ketetapan yang sah, yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l10 level2 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Ketetapan harus dibuat oleh badan (<i>orgaan</i>) yang berwenang (<i>bevoegd</i>) membuatnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l10 level2 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Karena ketetapan itu adalah suatu pernyataan kehendak (<i>wilsverklaring</i>) maka pembentukan kehendak itu tidak boleh mengandung kekurangan yuridis yaitu tidak boleh mengandung paksaan, kekeliruan dan penipuan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l10 level2 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Ketetapan itu harus diberi bentuk (<i>vorm</i>) yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga memperhatikan tata cara (<i>prosedure</i>) membuat ketetapan itu, bilamana tata cara ini ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l10 level2 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn11" name="_ftnref11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[11]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Kekuatan hukum ketetapan yang sah dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu :</span></div><ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-list: l6 level1 lfo7; text-align: justify;"><span lang="SV">Dari segi kekuatan hukum formil (<i>formile rechts kracht</i>).</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 200%; mso-list: l6 level1 lfo7; text-align: justify;"><span lang="SV">Dari segi kekuatan hukum materil (<i>materiile rechts kracht</i>).</span></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Yang dimaksud kekuatan hukum formil dari suatu ketetapan yang sah adalah : pengaruh yang dapat diadakan oleh karena adanya ketetapan itu, suatu ketetapan mempunyai kekuatan hukum formil bilamana ketetapan itu tidak lagi dapat dibantah oleh suatu alat hukum (<i>rechtsmiddel</i>), misalnya naik banding.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Mengenai kekuatan hukum formil suatu ketetapan yang yuridis sempurna, telah diterima umum suatu asas sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Alat negara yang membuat suatu ketetapan yang yuridis sempurna tidak dapat membantahnya, kecuali dalam hal jangka waktu untuk memohon banding belum lewat atau dengan perkataan lain pada umumnya kekuatan hukum formil suatu ketetapan yang yuridis sempurna tidak dapat dibantah oleh alat negaran yang membuatnya.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn12" name="_ftnref12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[12]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Kranenburg dan Vegting menyebutkan ada 4 (empat) alat hukum yang dapat digunakan oleh yang dikenai sesuatu ketetapan untuk membantah ketetapan itu, sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Yang dikenai suatu ketetapan dapat memohon pembatalan ketetapan itu yaitu dalam hal kemungkinan untuk memohon banding diberikan kepadanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Yang dikenai suatu ketetapan dapat mengajukan permohonan kepada Pemerintah atau kepada suatu alat Pemerintah lain yang berwenang, supaya ketetapan itu dibatalkan (pembatalan yang diadakan diluar banding).</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Yang dikenai suatu ketetapan dapat mengajukan permasalahannya kepada Hakim biasa (sipil) sehingga ketetapan itu dinyatakan batal karena bertentangan dengan hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Yang dikenai suatu ketetapan tidak melaksanakan apa yang dicantumkan dalam ketetapan itu dan setelah perkara yang bersangkutan dibawa kemuka Hakim, maka diusahakannya supaya Hakim itu menyatakan ketetapan yang bersangkutan batal karena bertentangan dengan hukum. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn13" name="_ftnref13" style="mso-footnote-id: ftn13;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[13]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Selain ketetapan yang mempunyai kekuatan hukum formil, ada juga ketetapan yang mempunyai kekuatan hukum materil, maksudnya adalah pengaruh yang dapat diadakan oleh karena isi (materi) ketetapan itu. Suatu ketetapan mempunyai kekuatan hukum materil bilamana ketetapan itu tidak lagi dapat ditiadakan oleh alat negara yang membuatnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Prof. Van Der Pot mengemukakan pendapatnya berkenaan dengan kekuatan hukum materil dari suatu ketetapan yang sah, yaitu : ”Apakah suatu ketetapan oleh alat Pemerintah yang membuatnya dapat diubah atau ditarik kembali dan apakah ada alasan untuk mengajukan permohonan dari yang bersangkutan supaya ketetapan diubah atau ditarik kembali, maka kita sebut hal ini kekuatan hukum materil”. Timbul pertanyaan, dapatkah suatu ketetapan yang mempunyai kekuatan hukum materil dibantah? Pertanyaan ini dijawab oleh Prof. Donner dalam bukunya <i>De Rechtskracht van Administrative Beschikking</i>, bahwa apabila perlu pada asasnya setiap ketetapan dapat ditarik kembali oleh alat negara yang membuatnya, oleh karena ketetapan itu suatu perbuatan hukum yang bersegi satu yang dilakukan oleh pemerintah, maka kemudian ketetapan itu juga dapat ditarik kembali oleh alat negara yang membuatnya dengan tidak perlu ada persetujuan dari yang dikenai. Maka alat negara yang membuat suatu ketetapan mempunyai kemerdekaan penuh untuk kemudian menarik kembali ketetapan itu apabila perlu. Tetapi kemerdekaan tersebut tidak dapat dijalankan dengan begitu saja, oleh sebab itu digunakan kata-kata pada asasnya dapat ditarik kembali. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn14" name="_ftnref14" style="mso-footnote-id: ftn14;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[14]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Kranenburg dan Vegting meragukan asas ini, mereka mengemukakan bahwa penarikan kembali suatu ketetapan, karena ketetapan itu adalah suatu perbuatan hukum yang bersegi satu, adalah kurang tepat. Jadi alasan menarik kembali suatu ketetapan adalah karena sifat dan corak akibat hukum yang ditimbulkan oleh isi ketetapan itu dan yang ditimbulkan oleh peraturan-peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Sedangkan Prins menyetujui kemerdekaan untuk menarik kembali suatu ketetapan oleh alat negara yang membuat ketetapan itu, tetapi kemerdekaan tersebut harus dibatasi oleh syarat kepercayaan baik yang seharusnya ada diantara para pihak dalam suatu pergaulan hukum. Mengenai hal penarikan kembali suatu ketetapan harus diindahkan asas ”hak-hak yang telah diperoleh tidak lagi dapat dicabut kembali apalagi kalau hak-hak yang diperoleh itu telah menggambarkan keadaan yang sungguh-sungguh didalam suatu pergaulan sosial yang ada”. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn15" name="_ftnref15" style="mso-footnote-id: ftn15;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[15]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="FI">BAB III</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="FI">HASIL PEMBAHASAN</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="FI">Peranan Peraturan Kebijaksanaan Sebagai Sarana Tata Usaha Negara</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="FI">Pelaksanaan pemerintahan sehari-hari menunjukkan betapa badan atau pejabat tata usaha negara acap kali menempuh berbagai langkah kebijaksanaan tertentu, antara lain menciptakan apa yang kini sering dinamakan peraturan kebijaksanaan. Produk semacam ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan <i>freies ermessen</i>, yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan merumuskan kebijaksanaannya itu dalam berbagai bentuk ”<i>juridische regels</i>”, seperti halnya peraturan, pedoman, pengumuman, surat edaran dan mengumumkan kebijaksanaan itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="FI">Suatu peraturan kebijaksanaan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha negara yang bertujuan menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis, namun tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat tata usaha negara yang menciptakan peraturan kebijaksanaan tersebut. Peraturan-peraturan kebijaksanaan dimaksud pada kenyataannya telah merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan (<i>bestuuren</i>) dewasa ini. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn16" name="_ftnref16" style="mso-footnote-id: ftn16;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[16]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Peraturan-peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan. Badan yang mengeluarkan peraturan-peraturan kebijaksanaan adalah <i>in casu</i> tidak memiliki kewenangan pembuatan peraturan. Peraturan-peraturan kebijaksanaan juga tidak mengikat hukum secara langsung, namun mempunyai relevansi hukum. Peraturan-peraturan kebijaksanaan memberi peluang bagaimana suatu badan tata usaha negara menjalankan kewenangan pemerintahan (<i>beschikkingbevoegdheid</i>). Hal tersebut dengan sendirinya harus dikaitkan dengan kewenangan pemerintahan atas dasar penggunaan <i>discretionare</i> karena jika tidak demikian, maka tidak ada tempat bagi peraturan-peraturan kebijaksanaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Suatu perbedaan hukum lain yang penting antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan-peraturan kebijaksanaan adalah bahwa peraturan kebijaksanaan mengandung suatu syarat pengetahuan yang tidak tertulis. Ini berarti manakala terdapat keadaan-keadaan khusus yang mendesak, maka badan tata usaha negara didalam hal yang sifatnya individual ini harus menyimpang dari peraturan kebijaksanaan guna kemaslahatan sang warga. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn17" name="_ftnref17" style="mso-footnote-id: ftn17;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[17]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Di Indonesia, adanya serangkaian peraturan kebijaksanaan dapat dilihat pada berbagai keputusan. Hanya saja produk peraturan kebijaksanaan sedemikian masih belum secara sadar diberlakukan sebagai peraturan kebijaksanaan mengingat ketiadaan wewenang pembuatan dari badan atau pejabat tata usaha negara yang membuat peraturan kebijaksanaan itu kadang kala masih dilihat dari sudut ukuran pendekatan hukum. Hal dimaksud mengakibatkan bahwa suatu peraturan kebijaksanaan ada kalanya dinilai sebagai produk perbuatan penguasa yang melanggar hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">A.Hamid S. Attamimi sebagaimana yang dikemukakan Van Kreveld mengatakan bahwa :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Peraturan kebijaksanaan dapat timbul dalam berbagai hal, yakni didalam kerangka ruang lingkup perundang-undangan yang ada dan diluar kerangka ruang lingkup perundang-undangan atau juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Hal ini sesuatu yang aneh kedengarannya. Apabila terhadap dua jenis yang pertama orang menganggapnya sebagai hal yang wajar karena peraturan perundang-undangan membiarkannya ataupun tidak melarangnya, namun terhadap yang ketiga orang masih meragukannya. Dapatkah suatu peraturan kebijakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn18" name="_ftnref18" style="mso-footnote-id: ftn18;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[18]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Bentuk dan format peraturan kebijaksanaan ada yang sama dengan peraturan perundang-undangan, lengkap dengan pembukaan berupa konsiderans ”menimbang” dan dasar hukum ”mengingat”, batang tubuh yang berupa pasal-pasal, bagian-bagian, bab-bab serta penutup yang sepenuhnya menyerupai peraturan perundang-undangan. Tetapi selain itu juga peraturan kebijaksanaan tampil dalam bentuk dan format lain, seperti nota dinas, surat edaran, petunjuk teknis, pengumuman, dan sebagainya. Bahkan tampil dalam bentuk lisan (kepada bawahan) yang memang tidak mempunyai bentuk dan format. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn19" name="_ftnref19" style="mso-footnote-id: ftn19;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[19]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Disamping terdapat kesamaan, ada pula beberapa perbedaan antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan kebijaksanaan. A. Hamid Attamimi menyebutkan perbedaan-perbedaannya sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l4 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan fungsi negara.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Pembentukan hukum melalui perundang-undangan dilakukan oleh rakyat sendiri, oleh wakil-wakil rakyat, atau sekurang-kurangnya dengan persetujuan wakil-wakil rakyat. Kekuasaan dibidang perundang-undangan atau kekuasaan legislatif hanya diberikan kepada lembaga yang khusus untuk itu yaitu lembaga legislatif (sebagai organ kenegaraan yang bertindak untuk dan atas nama rakyat).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l4 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="FI">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI">Fungsi peraturan kebijaksanaan ada pada pemerintah dalam arti sempit (eksekutif).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><span lang="FI">Kewenangan pemerintahan dalam arti sempit atau ketataprajaan (kewenangan eksekutif) mengandung juga kewenangan pembentukan peraturan-peraturan dalam rangka penyelenggaraan fungsinya. Oleh karena itu kewenangan pembentukan peraturan kebijaksanaan yang bertujuan mengatur lebih lanjut penyelenggaraan pemerintahan senantiasa dapat dilakukan oleh setiap lembaga pemerintah yang mempunyai wewenang penyelenggaraan pemerintah. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l4 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Materi muatan peraturan perundang-undangan berbeda dengan materi muatan peraturan kebijaksanaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Peraturan kebijaksanaan mengandung materi muatan yang berhubungan dengan kewenangan membentuk keputusan-keputusan dalam arti <i>beschikkingen</i>, kewenangan bertindak dalam hukum privat, dan kewenangan membuat rencana-rencana yang memang ada pada lembaga pemerintahan. Sedangkan materi muatan peraturan perundang-undangan mengatur tata kehidupan masyarakat yang jauh lebih mendasar, seperti mengadakan suruhan dan larangan untuk berbuat atau tidak berbuat, yang apabila perlu disertai dengan sanksi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l4 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Sanksi dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijaksanaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Sanksi pidana dan sanksi pemaksa yang jelas mengurangi dan membatasi hak-hak asasi warga negara dan penduduk hanya dapat dituangkan dalam undang-undang yang pembentukannya harus dilakukan dengan persetujuan rakyat atau dengan persetujuan wakil-wakilnya. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah lainnya hanya dapat mencantumkan sanksi pidana bagi pelanggaran ketentuannya apabila hal itu tegas-tegas diatribusikan oleh undang-undang. Peraturan kebijaksanaan hanya dapat mencantumkan sanksi administratif bagi pelanggaran ketentuan-ketentuannya. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn20" name="_ftnref20" style="mso-footnote-id: ftn20;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[20]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Adapun peranan peraturan kebijaksanaan adalah harus dapat difungsikan secara tepat guna dan berdayaguna yaitu dalam hal sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l1 level1 lfo9; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan, dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l1 level1 lfo9; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vacum peraturan perundang-undangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l1 level1 lfo9; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak, benar dan adil dalam peraturan perundang-undangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l1 level1 lfo9; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman. </span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l1 level1 lfo9; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi negara dibidang pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaharuan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn21" name="_ftnref21" style="mso-footnote-id: ftn21;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[21]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Sebagaimana pembuatan dan penerapan peraturan perundang-undangan yaitu harus memperhatikan beberapa syarat. Menurut Indroharto, pembuatan peraturan kebijaksaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l2 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung wewenang diskresioner yang dijabarkan itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l2 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Tidak boleh nyata-nyata bertentangan dengan nalar yang sehat.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l2 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Ia harus dipersiapkan dengan cermat; semua kepentingan, keadaan-keadaan serta alternatif-alternatif yang perlu dipertimbangkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l2 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Isi dari kebijaksanaan harus memberikan kejelasan yang cukup mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari warga yang terkena peraturan tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l2 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Tujuan-tujuan dan dasar-dasar pertimbangan mengenai kebijaksanaan yang akan ditempuh harus jelas.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l2 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Ia harus memenuhi syarat kepastian hukum materil, artinya hak-hak yang telah diperoleh dari warga masyarakat yang terkena harus dihormati, kemudian juga harapan-harapan warga yang pantas telah ditimbulkan jangan sampai diingkari. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn22" name="_ftnref22" style="mso-footnote-id: ftn22;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[22]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Sedangkan dalam penerapan atau penggunaan peraturan kebijaksanaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l8 level1 lfo11; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Harus sesuai dan serasi dengan tujuan undang-undang yang memberikan <i>beoordelingsvrijheid</i> (ruang kebebasan bertindak).</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l8 level1 lfo11; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Serasi dengan asas-asas hukum umum yang berlaku, seperti :</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l8 level2 lfo11; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="FI">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI">Asas perlakuan yang sama menurut hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l8 level2 lfo11; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="FI">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI">Asas kepatutan dan kewajaran.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l8 level2 lfo11; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="FI">c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI">Asas keseimbangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l8 level2 lfo11; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="FI">d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI">Asas pemenuhan kebutuhan dan harapan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 54.0pt; mso-list: l8 level2 lfo11; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">e.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Asas kelayakan mempertimbangkan segala sesuatu yang relevan dengan kepentingan publik dan warga masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l8 level1 lfo11; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Serasi dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai. <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn23" name="_ftnref23" style="mso-footnote-id: ftn23;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[23]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><span lang="SV"> </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="SV">BAB IV</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="SV">PENUTUP</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l9 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b><span lang="SV">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="SV">Kesimpulan.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Berdasarkan hasil pembahasan tersebut diatas yang berkaitan dengan perumusan masalah, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="SV">Suatu peraturan kebijaksanaan pada hakekatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha negara yang bertujuan menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis, namun tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan dari badan atau pejabat tata usaha negara yang menciptakan peraturan kebijaksanaan tersebut. </span><span lang="FI">Peraturan-peraturan kebijaksanaan dimaksud pada kenyataannya telah merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan (<i>bestuuren</i>) dewasa ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><span lang="FI">Adapun peranan peraturan kebijaksanaan adalah harus dapat difungsikan secara tepat guna dan berdaya guna yaitu dalam hal :Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan, dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan.. </span><span lang="SV">Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vacum peraturan perundang-undangan. Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak, benar dan adil dalam peraturan perundang-undangan. Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman. Tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi negara dibidang pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaharuan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l9 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><b><span lang="EN-US">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="EN-US">Saran.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><span lang="EN-US">Hukum adalah suatu roman yang dapat menembus dari kehidupan sosial yang teramat dalam mempengaruhi kita. Hukum membentuk kehidupan kita mulai sejak lahir hingga kematian. Hukum seyogyanya dihadapi, dipelajari, dikritik, dan diubah oleh mereka yang menganutnya. </span><span lang="SV">Sebab hukum yang benar adalah titik universal tertinggi dalam setiap studi tentang kehidupan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><b><span lang="SV">DAFTAR BACAAN</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="SV">A. Hamid. S Attamimi, <i>Hukum Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan)</i>, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="SV">Bachsan Mustafa, <i>Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara</i>, Alumni, Bandung, 1979.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="SV">Bagir Manan, <i>Peranan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Pembinaan Hukum Nasional</i>, Armico, bandung, 1987.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="SV">Marcus Lukman, <i>Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan Didaerah</i>, Universitas Padjadjaran, Bandung, 1996.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="FI">Nana Saputra, <i>Hukum Administrasi Negara</i>, Rajawali, Jakarta, 1988.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="FI">Philipus M. Hadjon, dkk, <i>Pengantar Hukum Administrasi Indonesia</i>, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="FI">Ridwan HR, <i>Hukum Administrasi Negara</i>, UII Press, Yogyakarta, 2002.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="FI">Saiful Anwar dan Marzuki Lubis, <i>Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara</i>, Gelora Madani Press, Medan, 2004.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="SV">Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti, <i>Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi</i>, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.</span></div><div style="mso-element: footnote-list;"><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="ftn1" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[1]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">Bagir Manan, <i>Peranan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Pembinaan Hukum Nasional</i>, Armico, bandung, 1987, Hal. 1.</span></div></div><div id="ftn2" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[2]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">Marcus Lukman, <i>Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan Didaerah</i>, Universitas Padjadjaran, bandung, 1996, Hal. 205.</span></div></div><div id="ftn3" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref3" name="_ftn3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[3]</span></span></span></span></a><span lang="FI"> Nana Saputra, <i>Hukum Administrasi Negara</i>, Rajawali, Jakarta, 1988, Hal. 15.</span></div></div><div id="ftn4" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref4" name="_ftn4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[4]</span></span></span></span></a><span lang="FI"> Ridwan HR, <i>Hukum Administrasi Negara</i>, UII Press, Yogyakarta, 2002, Hal. 134.</span></div></div><div id="ftn5" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref5" name="_ftn5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[5]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="FI">Philipus M. Hadjon, dkk, <i>Pengantar Hukum Administrasi Indonesia</i>, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001, Hal. 152.</span></div></div><div id="ftn6" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 27.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref6" name="_ftn6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[6]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="FI">Ibid.</span></div></div><div id="ftn7" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref7" name="_ftn7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[7]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="FI">Ridwan HR, <i>op. Cit</i>, Hal. 139.</span></div></div><div id="ftn8" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref8" name="_ftn8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[8]</span></span></span></span></a><span lang="SV"> Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti, <i>Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi</i>, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, Hal. 77.</span></div></div><div id="ftn9" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref9" name="_ftn9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[9]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">Ibid, Hal. 79.</span></div></div><div id="ftn10" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref10" name="_ftn10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[10]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">Ibid.</span></div></div><div id="ftn11" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref11" name="_ftn11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[11]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">Bachsan Mustafa, <i>Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara</i>, Alumni, Bandung, 1979, Hal. 90.</span></div></div><div id="ftn12" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref12" name="_ftn12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[12]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">Ibid, Hal. 102.</span></div></div><div id="ftn13" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref13" name="_ftn13" style="mso-footnote-id: ftn13;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[13]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">Ibid.</span></div></div><div id="ftn14" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref14" name="_ftn14" style="mso-footnote-id: ftn14;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[14]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">Ibid, Hal. 104.</span></div></div><div id="ftn15" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref15" name="_ftn15" style="mso-footnote-id: ftn15;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[15]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">Ibid.</span></div></div><div id="ftn16" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref16" name="_ftn16" style="mso-footnote-id: ftn16;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[16]</span></span></span></span></a><span lang="SV"> Philipus M. Hadjon, dkk, <i>op.cit</i>, Hal. 153.</span></div></div><div id="ftn17" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref17" name="_ftn17" style="mso-footnote-id: ftn17;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[17]</span></span></span></span></a><span lang="SV"> Ibid.</span></div></div><div id="ftn18" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref18" name="_ftn18" style="mso-footnote-id: ftn18;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[18]</span></span></span></span></a><span lang="SV"> A. Hamid. S Attamimi, <i>Hukum Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan)</i>, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1993, Hal. 12.</span></div></div><div id="ftn19" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref19" name="_ftn19" style="mso-footnote-id: ftn19;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[19]</span></span></span></span></a><span lang="SV"> Saiful Anwar dan Marzuki Lubis, <i>Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara</i>, Gelora Madani Press, Medan, 2004, Hal. 117.</span></div></div><div id="ftn20" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref20" name="_ftn20" style="mso-footnote-id: ftn20;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[20]</span></span></span></span></a><span lang="FI"> A. Hamid S. Attamimi, <i>op.cit</i>, Hal. 13.</span></div></div><div id="ftn21" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref21" name="_ftn21" style="mso-footnote-id: ftn21;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[21]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> Ridwan HR, <i>op.cit</i>, Hal. 145.</span></div></div><div id="ftn22" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref22" name="_ftn22" style="mso-footnote-id: ftn22;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[22]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> Ibid, Hal. 146.</span></div></div><div id="ftn23" style="mso-element: footnote;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 18.0pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref23" name="_ftn23" style="mso-footnote-id: ftn23;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[23]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> Ibid.</span></div></div></div>lenterakonstitusihttp://www.blogger.com/profile/04838428996695650565noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4431619691444949068.post-21406162193794586152011-12-23T00:08:00.000-08:002011-12-23T02:14:13.684-08:00PENTINGNYA 4 (EMPAT) PILAR KEBANGSAAN DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim></m:wrapindent></m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div style="text-align: justify;"><m:smallfrac m:val="off"><m:dispdef><m:lmargin m:val="0"><m:rmargin m:val="0"><m:defjc m:val="centerGroup"><m:wrapindent m:val="1440"><m:intlim m:val="subSup"><m:narylim m:val="undOvr"><b>Oleh : Dani Sintara, SH. MH.</b></m:narylim></m:intlim></m:wrapindent></m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac></div><div style="text-align: center;"><m:smallfrac m:val="off"><m:dispdef><m:lmargin m:val="0"><m:rmargin m:val="0"><m:defjc m:val="centerGroup"><m:wrapindent m:val="1440"><m:intlim m:val="subSup"><m:narylim m:val="undOvr"><b> </b> </m:narylim></m:intlim></m:wrapindent></m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac></div><br />
<m:smallfrac m:val="off"><m:dispdef><m:lmargin m:val="0"><m:rmargin m:val="0"><m:defjc m:val="centerGroup"><m:wrapindent m:val="1440"><m:intlim m:val="subSup"><m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="SV" style="font-family: "Bookman Old Style","serif"; font-size: 16pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="SV" style="font-family: "Bookman Old Style","serif"; font-size: 16pt;"></span></b></span></span></a></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="FI"><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span></b><b><span lang="FI">A. Pendahuluan.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI">Empat pilar kebangsaan yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika akhir-akhir ini menjadi pembicaraan publik. </span><span lang="SV">Harus diakui, tidak banyak pembicaraan di kalangan publik tentang keempat pilar itu sepanjang masa demokrasi dan kebebasan sejak 1998. Jika ada, diskusi publik tentang keempat pilar itu, maka ia hilang-hilang timbul untuk kemudian seolah lenyap tanpa bekas. Tidak ada upaya tindak lanjut sistematis dari pemerintah khususnya untuk merevitalisasi, menyosialisasikan, dan menanamkan kembali keempat pilar itu dalam kehidupan kebangsaan-kenegaraan. Akibatnya, sepanjang reformasi politik yang bermula pada tahun 1998, negara-bangsa Indonesia hampir tidak pernah putus dipenuhi gagasan, wacana, gerakan, dan aksi yang secara diametral bertolak belakang dengan keempat pilar tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Telah lebih dari satu dasawarsa reformasi telah dijalani rakyat Indonesia, namun semakin hari wajah bangsa makin terlihat muram dan suram. Dibidang penegakan hukum, kita melihat kebobrokan yang sedemikian rupa yang menyentuh rasa keadilan yang paling mendasar. </span><span lang="FI">Hukum yang dicitakan berlaku sama (<i>equal</i>) terhadap semua warga negara dan termasuk pejabat negara sebagai esensi paham negara hukum (<i>rule of law</i>) sebagaimana diamanatkan konstitusi terlihat-terbukti diterapkan secara diskriminatif, tebang pilih. Bukannya memberi perlindungan dan pengayoman, hukum lebih terlihat berwajah keras terhadap mereka yang rawan, dan amat ramah terhadap mereka yang mapan. Terpidana yang menikmati fasilitas penuh kemewahan seperti dinikmati oleh Arthalita Suryani, sementara di tempat lain di Banyumas, seorang narapidana meregang nyawa dihabisi oleh petugas lembaga pemasyarakatan adalah contoh nyata bagaimana implementasi dan perlindungan hukum di lapangan amatlah diskriminatif.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI">Berbagai fenomena diatas hanyalah sebahagian kecil dari kompleksnya permasalahan bangsa di tengah arus globalisasi dunia. Menjadi menarik untuk direnungkan kembali adalah bagaimana pentingnya empat pilar kebangsaan yakni: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dalam menopang kehidupan berbangsa dan bernegara? </span><span lang="SV">Bagaimana hukum seharusnya didayagunakan dalam konteks keempat pilar tersebut. Tulisan ini akan mencoba menjawab secara ringkas permasalahan tersebut di atas dalam perspektif hukum agar Negara Indonesia yang dicitakan sesuai dengan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pembukaan UUD 1945 tetap berdiri kokoh.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="SV">Pancasila Sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US">Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut <i>way of life</i>. Dalam hal ini, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari (Pancasila diamalkan dalam hidup sehari-hari). Dengan perkataan lain, Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktifitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang. Ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindak/perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila sebagai <i>weltanschauung</i> selalu merupakan suatu kesatuan, tidak bias dipisah-pisahkan satu dengan yang lain. Keseluruhan sila didalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis. Pancasila yang harus dihayati adalah Pancasila sebagaimana tercantum didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, <b>jiwa keagamaan</b> (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila ketuhanan yang maha esa), <b>jiwa yang berperikemanusiaan</b> (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab), <b>jiwa kebangsaan</b> (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila persatuan Indonesia), <b>jiwa kerakyatan</b> (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan), dan <b>jiwa yang menjunjung tinggi keadilan social</b> (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia) selalu terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak/perbuatan serta sikap hidup seluruh Bangsa Indonesia.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Demikianlah pengertian Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Dilihat dari kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi. Oleh karena itu, pengertian-pengertian yang berhubungan dengan pancasila dapat diikhtisarkan sebagai berikut:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US">Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US">Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum bagi negara Republik Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">8.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pancasila sebagagai falsafah hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="SV">Undang-Undang Dasar 1945 Sebagai Kontrak Sosial dan Hukum Tertinggi.</span></b><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, segala dinamika kekuasaan, hubungan antar cabang kekuasaan, mekanisme hubungan antara negara, civil society, diikat dan tersimpul dalam suatu dokumen yang disepakati sebagai sumber hukum tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan mendasar. Sejak kemerdekaan, bangsa kita telah menetapkan 8 kali undang-undang dasar, yaitu (1) UUD 1945, (2) Konstitusi RIS 1949, (3) UUDS 1950, (4) UUD 1945 versi Dekrit 5 Juli 1959, (5) Perubahan Pertama UUD 1945 tahun 1999, (6) Perubahan Kedua tahun 2000, (7) Perubahan Ketiga tahun 2001, dan (8) Perubahan Keempat pada tahun 2002, dengan nama yang dipertegas, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US">Di samping UUD 1945 sebagai konstitusi yang tertulis, dalam teori dan praktik, dikenal juga adanya pengertian mengenai konstitusi yang tidak tertulis, misalnya kebiasaan-kebiasaan dan konvensi ketatanegaraan, interpretasi konstitusional oleh pengadilan (dalam hal ini Mahkamah Konstitusi), dan prinsip-prinsip kenegaraan yang hidup dan dipandang ideal dalam masyarakat. Misalnya, ada pengertian yang hidup dalam masyarakat kita bahwa empat pilar kebangsaan Indonesia yang mencakup (1) Pancasila, (2) UUD 1945, (3) NKRI, dan (4) Semboyan Bhinneka-Tunggal-Ika. Karena itu, keempat pilar tersebut juga dapat dipandang berlaku sebagai isi konstitusi Indonesia dalam pengertiannya yang tidak tertulis. Maksudnya, UUD 1945 sendiri tidak menyebut bahwa keempat hal tersebut merupakan pilar kebangsaan, kecuali dalam Pasal 37 ayat (5) yang menyatakan bahwa mengenai bentuk NKRI tidak dapat diadakan perubahan sama sekali.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, tidak saja dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi, dan bahkan sosial. Karena itu, UUD 1945 merupakan konstitusi politik, konstitusi ekonomi, dan sekaligus konstitusi sosial. UUD 1945 adalah konstitusi yang harus dijadikan referensi tertinggi dalam dinamika kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan dalam dinamika ekonomi pasar <i>(market economy</i>). Di samping soal-soal politik, UUD 1945 juga mengatur tentang sosial-soal ekonomi dan sosial atau yang terkait dengan keduanya, yaitu (1) hal keuangan negara, seperti kebijakan keuangan (moneter) dan fiskal, (2) bank sentral, (3) soal Badan Pemeriksa Keuangan Negara hal kebijakan pengelolaan dan pemeriksaan tanggungjawab keuangan negara, (4) soal perekonomian nasional, seperti mengenai prinsip-prinsip hak ekonomi, konsep kepemilikan pribadi dan kepemilikan kolektif, serta penguasaan negara atas kekayaan sumberdaya alam yang penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak, serta (6) mengenai kesejahteraan sosial, seperti sistem jaminan sosial, pelayanan umum dan pelayanan kesehatan, dan pemeliharaan fakir, miskin, dan anak terlantar oleh negara.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US">Oleh karena itu, UUD 1945 haruslah dijadikan referensi tertinggi dalam merumuskan setiap kebijakan kenegaraan dan pemerintahan di semua bidang dan sektor. </span><span lang="SV">Lagi pula, sekarang kita telah membentuk Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji konstitusionalitas setiap kebijakan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Oleh sebab itu, para anggota DPR sebagai anggota lembaga yang bertindak sebagai <i>policy maker</i>, pembentuk undang-undang, perlu menghayati tugasnya dengan berpedoman kepada UUD 1945.</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></span></a><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum yang tertinggi memuat gambaran dan hasrat ketatanegaraan republik Indonesia serta gambaran kerangka ketatanegaraan itu serta menentukan tujuan dan garis-garis pokok kebijaksanaan pemerintahan<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[5]</span></span></span></a> sebagai kontrak sosial antara masyarakat dengan lembaga-lembaga negara maupun antar lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="SV">NKRI Sebagai Negara Nasional (Negara Kebangsaan, <i>Nation State</i>).</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span lang="SV"> Asas normatif filosofis-ideologis NKRI seutuhnya ialah filsafat negara Pancasila. Filsafat Pancasila sebagai <i>pandangan hidup bangsa</i> (<i>Weltanschauung</i>), diakui juga sebagai <i>jiwa bangsa</i> (<i>Volksgeist</i>, jatidiri nasional) Indonesia. Identitas dan integritas nilai fundamental ini secara <i>konstitusional</i> dan <i>institusional</i> ditegakkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai <i>nation state</i>. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span lang="SV">Secara filosofis-ideologis dan konstitusional, bahkan kultural negara kebangsaan (<i>nation state</i>) adalah peningkatan secara kenegaraan dari nilai dan asas kekeluargaan. Makna kekeluargaan, bertumpu pada karakteristika dan integritas keluarga yang manunggal; sehingga rukun, utuh-bersatu, dengan semangat kerjasama dan kepemimpinan gotong-royong. Jadi, <i>nation state</i> Indonesia adalah wujud <i>makro</i> (nasional, bangsa, negara) dari rakyat warga negara Indonesia se-nusantara.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span lang="SV">Identitas demikian ditegakkan dalam <i>nation state </i>NKRI yang dijiwai asas kekeluargaan, asas kebangsaan (Wawasan Nasional: sila ketiga Pancasila) dan ditegakkan dengan semangat asas wawasan nusantara. Karenanya, secara normatif integritas NKRI kuat, tegak tegar menghadapi berbagai tantangan nasional dan global.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span lang="SV">Keseluruhan identitas dan integritas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nilai fundamental dasar negara Pancasila. Karenanya, NKRI dapat dinamakan dengan predikat sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Sistem kenegaraan ini terjabar secara konstitusional dalam UUD 1945. NKRI sebagai <i>nation state</i> membuktikan bagaimana potensi dan kualitas dari integritas wawasan nasional Indonesia raya yang diwarisi, tumbuh, dan teruji dalam berbagai tantangan nasional dan global. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="SV">Bhineka Tunggal Ika Sebagai Pembentuk Jati Diri Bangsa.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Sejak Negara Republik Indonesia merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan kalimat ”Bhinneka Tunggal Ika” sebagai semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular:</span></div><div class="Default" style="margin-left: 36pt;"><i><span lang="SV">Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa, </span></i><span lang="SV"></span></div><div class="Default" style="margin-left: 36pt;"><i><span lang="SV">bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn, </span></i><span lang="SV"></span></div><div class="Default" style="margin-left: 36pt;"><i><span lang="SV">mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal, </span></i><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><i><span lang="SV">bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa</span></i></div><div class="Default" style="margin-left: 36pt;"><span lang="EN-US">Terjemahan: </span></div><div class="Default" style="margin-left: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang mendua. </span><span lang="EN-US">(<i>Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa</i>).<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[6]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuno dan diterjemahkan dengan kalimat Berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati diri bangsa Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di negeri ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam sejarah perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004) menyatakan bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu, karena pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata sejarah dalam isi putusan Kongres Pemuda Kedua. Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa Indonesia, setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa memiliki bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada waktu itu. Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme. Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu, serta telah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[7]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh Soekarno-Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil mengemuka dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara RI. Sejak waktu itu, Sumpah Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk menjaga kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara yang merasa dirinya bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang berlebihan. Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari orang-orang yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu tentang <i>“jantraning alam” </i>(putaran zaman) Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Yang harus kita lakukan adalah, dengan kesadaran baru yang ada pada tingkat kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan kita sekarang ini, bahwa bangsa ini dibangun dengan pilar bernama <i>Bhinneka Tunggal Ika </i>yang telah mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia). Dan dikuatkan dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang mengikrarkan persatuan dan kesatuan Nusantara/bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Hal itu tidak terlepas dari pembentukan jati diri daerah sebagai dasar pembentuk jati dari bangsa.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><b><span lang="SV">Penutup.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Tegaknya NKRI pada akhirnya berpulang pada apakah kita masih menggunakan empat pilar kebangsaan. Pembangunan hukum oleh karenanya haruslah dalam asas yang berkesesuaian dengan empat pilar kebangsaan tersebut, yang bernafaskan Pancasila, yang konstitusional, dalam kerangka NKRI, dan untuk menjamin keanekaragaman budaya, suku bangsa dan agama. Jika salah satu foundasi itu tidak dijadikan pegangan, maka akan goyahlah negara Indonesia. Jika penopang yang satu tak kuat, maka akan berpengaruh pada pilar yang lain. Pada akhirnya bukan tak mungkin Indonesia akan ambruk, sesuatu yang tentu tak diinginkan.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
<br />
<br />
<b><span lang="SV">DAFTAR BACAAN</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><span lang="SV">Darji Darmodiharjo, dkk, <i>Santiaji Pancasila</i>, Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1991.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV">Jimly Asshiddiqie, <i>Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi</i>, Jakarta: Gramedia, 2007.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV">--------, <i>Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga-Lembaga Negara Pasca Reformasi</i>, Jakarta: MKRI, 2007.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><br />
</div><div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">Mpu Tantular. <i>Kakawin Sutasoma</i>. Penerjemah: Dwi Woro Retno Mastuti dan Hastho Bramantyo. </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt;">2009: 504-505.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV">M. Solly Lubis, <i>Hukum Tata Negara, </i>Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2008.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><br />
</div><div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">Tjahjopurnomo S.J. ―Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda: Beberapa Catatan tentang Persatuan,. Makalah disampaikan pada Seminar <i>Buku Langka sebagai Sumber Kajian Kebudayaan Indonesia</i>, di Auditorium Perpustakaan Nasional RI, Jl. </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt;">Salemba Raya No. 28 A, Jakarta, 28 Oktober 2004.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div><hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="ftn1"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[1]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> Disampaikan Pada Seminar Nasional Yang Diadakan Oleh Kesatuan Aksi Mahasisiwa Muslim Indonesia (KAMMI) Wilayah Sumatera Utara Pada Tanggal 10 Desember 2011.</span></div></div><div id="ftn2"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[2]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muslim Nusantara (FH-UMN) Al-Washliyah dan Kepala Divisi Advokasi Lentera Konstitusi.</span></div></div><div id="ftn3"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[3]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> Darji Darmodiharjo, dkk, <i>Santiaji Pancasila</i>, (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1991), hlm. 16.</span></div></div><div id="ftn4"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[4]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> Uraian-uraian mengenai hal tersebut diatas, dapat dibaca dalam Jimly Asshiddiqie, <i>Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi</i>, (Jakarta: Gramedia, 2007) dan Jimly Asshiddiqie, <i>Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga-Lembaga Negara Pasca Reformasi</i>, (Jakarta: MKRI, 2007).</span></div></div><div id="ftn5"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[5]</span></span></span></span></a><span lang="SV"> M. Solly Lubis, <i>Hukum Tata Negara, </i>(Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2008), hlm. 33.</span></div></div><div id="ftn6"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[6]</span></span></span></span></a><span lang="SV"> Mpu Tantular. <i>Kakawin Sutasoma</i>. Penerjemah: Dwi Woro Retno Mastuti dan Hastho Bramantyo. </span><span lang="EN-US">2009: 504-505.</span></div></div><div id="ftn7"><div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify; text-indent: 27pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4431619691444949068#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[7]</span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> Tjahjopurnomo S.J. ―Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda: Beberapa Catatan tentang Persatuan,. Makalah disampaikan pada Seminar <i>Buku Langka sebagai Sumber Kajian Kebudayaan Indonesia</i>, di Auditorium Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba Raya No. 28 A, Jakarta, 28 Oktober 2004.</span></div></div></div>lenterakonstitusihttp://www.blogger.com/profile/04838428996695650565noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4431619691444949068.post-76626466835057321772011-06-06T07:48:00.000-07:002011-06-06T07:48:56.764-07:00Pejabat Publik<div style="text-align: center;">MENDEFENISIKAN “PEJABAT PUBLIK” DALAM PERSPEKTIF HUKUM </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mendengar istilah “Pejabat Publik”, barangkali akan muncul berbagai pendapat dan pandangan mengenai apa itu pengertian “Pejabat Publik”? Namun, dalam konteks tulisan ini hanya akan dikemukakan pendapat dan pandangan menurut perspektif hukum mengenai apa pengertian “Pejabat Publik”. Perspektif hukum yang dimaksudkan adalah bagaimana para sarjana hukum, secara khusus sarjana hukum tata negara dan hukum administrasi negara, dan ketentuan hukum positif nasional kita memberi pengertian tentang apa itu ”Pejabat Publik”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Istilah “Pejabat Publik” terdiri dari dua suku kata, yaitu “Pejabat” dan “Publik”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBIH) memberi pengertian “Pejabat” dengan: pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur pimpinan) . Sementara, istilah ‘Publik: diartikan dengan: orang banyak (umum) . Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa “Pejabat Publik” adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting sebagai pimpinan yang mengurusi kepentingan orang banyak. Dengan defenisi yang demikian, seseorang dapat dikatakan sebagai “Pejabat Publik” apabila memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu: (i) bahwa dia adalah pegawai pemerintah; (ii) menjabat sebagai pimpinan; dan (iii) bahwa tugasnya adalah mengurusi kepentingan orang banyak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kaitannya dengan hukum tata negara dan hukum administrasi negara, istilah ”Pejabat Publik” memiliki makna yang similar (sama) dengan istilah ”Pejabat Tata Usaha Negara”. Oleh karenanya, perlu dikemukakan pendapat Hans Kelsen sebagaimana dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie , bahwa setiap jabatan yang menjalankan fungsi-fungsi ‘<i>law creating function and law applying function</i>’ adalah pejabat tata usaha negara. Artinya, bahwa setiap jabatan yang melaksanakan fungsi-fungsi pembuatan dan pelaksanaan norma hukum negara dapat disebut sebagai pejabat tata usaha negara atau pejabat publik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pandangan Hans Kelsen tersebut juga mensyaratkan 3 (tiga) hal, yaitu : (i) adanya jabatan; (ii) adanya fungsi pembentukan norma hukum negara yang melekat pada jabatan tersebut; dan (ii) selain fungsi pembuatan norma hukum negara, juga melekat fungsi pelaksanaan norma hukum negara pada jabatan tersebut. Pengertian jabatan disini barangkali dapat dirujuk sebagaimana dikemukakan di atas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam menggali pengertian yang lebih mendalam tentang ”Pejabat Publik”, dalam hal ini Pejabat Tata Usaha Negara”, perlu dikemukakan bagaimana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 juncto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 (UU No. 5/1986 jo UU No. 9/2004) tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 (UU No. 8/2008) tentang Keterbukaan Informasi Publik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">UU No. 5/1986 jo UU No. 9/2004, pada Pasal 1 angka 2 menyatakan : Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan yang dimaksudkan disini adalah institusi atau organ, sementara pejabat adalah orang perorangan yang menduduki jabatan tertentu. Jika dicermati bunyi ketentuan tersebut, bahwa Pejabat Tata usaha Negara itu bukan hanya pegawai pemerintah saja, akan tetapi siapapun, institusi atau orang perorang, yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan atas amanat dari peraturan perundang-undangan, dapat disebut sebagai Pejabat Tata Usaha Negara.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">UU No. 8/2008 memberi peristilahan yang lebih tegas dan jelas, hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 8 : Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik. Sementara, yang dimaksud badan publik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang yang sama : Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari berbagai pandangan yang dipaparkan mengenai pengertian ”Pejabat Publik”, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan ”Pejabat Publik” adalah orang yang menduduki jabatan pada organ pemerintahan atau nonpemerintahan, yang tugas dan fungsi pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, dimana untuk menjalankan tugas dan fungsi tersebut digunakan dana yang bersumber dari keuangan negara (APBN dan/atau APBD), apakah sebagian atau seluruhnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semoga bermanfaat, terima kasih</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><u>Muhammad Taufik Nasution</u></div><div style="text-align: justify;">Sekretaris Lentera Konstitusi </div>lenterakonstitusihttp://www.blogger.com/profile/04838428996695650565noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-4431619691444949068.post-41067093213416691782011-05-24T20:01:00.000-07:002011-05-24T20:01:47.788-07:00Introduction<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-5kQzCAkMa4A/TdxkiqJ-6XI/AAAAAAAAAAM/2wGkOf-2utc/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-5kQzCAkMa4A/TdxkiqJ-6XI/AAAAAAAAAAM/2wGkOf-2utc/s1600/images.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">Segala kesyukuran atas semua limpahan rahmat dan karunia yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Setelah melalui perjuangan yang begitu berat (<i>vacum</i> selama hampir 3 tahun), akhirnya blog baru Lentera Konstitusi kembali memenuhi ruang maya. Tentunya, dalam rangka untuk saling berbagi dengan anak bangsa lainnya mengenai gagasan pembaharuan konsep kenegaraan. Hal ini menjadi suatu keharusan, karena dinamika perkembangan ketatanegaraan dan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh bangsa dan negara ini semakin kompleks.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Lentera Konstitusi pada awalnya merupakan wadah para alumni Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatera Utara. Namun, karena wadah ini tidak dimaksimalkan oleh para alumni untuk saling berbagi informasi dan <i>share</i> pemikiran mengenai gagasan kenegaraan, sehingga <i>vacum</i> dan tidak ada aktifitas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada awal tahun 2011 ini, atas prakarsa Bapak Gunadi, S.H.,M.Hum (Staf Ahli Bidang Hukum DPRD Sumatera Utara), mengundang beberapa rekan yang <i>concern</i> dalam kajian ketatanegaraan dan persoalan-persoalan kenegaraan untuk menghidupkan kembali wadah Lentera Konstitusi. Personilnya tidak hanya alumni Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatera Utara, tapi dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Medan, baik yang dari kalangan akademisi maupun praktisi hukum.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adapun sususan pengurus Lentera Konstitusi, sebagai berikut : Gunadi, S.H., M.Hum. (Direktur), Eka N.A.M. Sihombing, S.H., M.Hum. (Wakil Direktur), Muhammad Taufik Nasution, S.H. (Sekretaris), Mas Wiwin, S.H. (Bendahara), Erlangga Syuhada, S.H. (Koordinator Divisi), Riyadi Azis, S.H. (Divisi Diklat, Penelitian, dan Pengembangan), Dani Sintara, S.H., M.H. (Divisi Advokasi), Fazar Bakti, S.H. (Divisi Informasi dan Publikasi).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak 3 (tiga) bulan yang lalu Lentera Konstitusi berkantor di Kelurahan Timbangan Deli, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.</div>lenterakonstitusihttp://www.blogger.com/profile/04838428996695650565noreply@blogger.com0